Selasa, 29 Mei 2012

Info Tugas UAS Kajian Puisi Indonesia

Tugas UAS mata kuliah Kajian Puisi Indonesia

Buatlah sebuah esai sastra hasil dari kajian puisi dengan menggunakan pendekatan yang anda kuasai!
Adapun petunjuk pengerjaan tugas yaitu:
1. Kerjakan tugas ini dengan menggunakan format makalah populer dengan ketentuan sebagai berikut
  • setiap esai memiliki empat bagian: (1)abstrak, (2)pendahuluan, (3)isi dan (4)penutup
  • bagian pendahuluan terdiri atas alasan pemilihan puisi dan pendekatan yang digunakan
  • bagian isi berisi pandangan umum mengenai puisi yang dikaji, teori yang digunakan, dan pembahasan yang mempresentasikan hasil kajian Anda
  • bagian penutup berisi penegasanhasil pengkajian yang telah Anda lakukan
  • lengkapi esai ini dengan pustaka rujukan yang shahih dan relevan, minimal 5 rujukan
  • penulisan pustaka rujukan menggunakan sistem Harvard
  • pengetikan menggunakan jenis huruf times new roman dengan ukuran huruf 12pt (kecuali bagian judul 14pt)
  • jarak spasi yang digunakan adalah 1,5 spasi (kecuali abstrak 1 spasi
2. Semua esai yang telah selesai dikerjakan dibundel (dijilid) menjadi sebuah antologi esai sastra dengan ketentuan sebagai berikut:
  • esai disusun alfabetis sesuai menurut nama penulisnya
  • lengkapi antalogi esai sastra ini dengan jilid (cover) yang baik, kata pengantar dan daftar isi.
3. Puisi yang dikaji tidak boleh sama dengan teman Anda.

* Hasil esai Anda dikumpulkan paling lambat tanggal 7 Juni 2012 dalam bentuk soft copy. Dikumpulkan kepada ketua kelas untuk dilakukan editing dan pengerjaan lay out.

Info Tugas Menulis Opini

Tugas UAS mata kuliah Menulis Opini

Kepada mahasiswa kelas reguler B.4 jurusan PBS.Indonesia dengan mata kuliah pilihan Jurnalistik berikut ini adalah tugas UAS mata kuliah Menulis Opini.
  1. Tulislah sebuah opini  (tema bebas)!
  2. Kliping sebuah opini dan analisis!
  3. Analisis meliputi; kesalahan berbahasa, tema,jenis karangan, dan keterpahaman terhadap opini
Tugas dibuat dengan cara penulisan yang baik dan benar. Dikumpulkan pada hari kamis, 7 Juni 2012.
Selamat mengerjakan!

Model Pembelajaran Berbicara


Pendekatan Kontekstual Dengan Model Pembelajaran Bermain Peran dalam Pembelajaran Berbicara

I. Orientasi Model
I.1. Elaborasi Model
Berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan untuk mencapai tujuan tertentu. Beberapa konsep dasar berbicara harus dipahami oleh pengajar sebelum mengajarkan berbicara kepada siswanya. Terdapat lima konsep, yakni: penyimak, pembicaraan, media, sarana, dan pembicara (Iskandarwassid, 2008).
Keberhasilan berbicara, dapat dilihat pertama kali pada penyimak atau pendengar. Cara yang digunakan adalah dengan menganalisis situasi dan kebutuhan, tingkat pendidikan, pendengar. Dengan cara ini akan menghindarkan dari kesalahan-kesalahan dalam berbicara.
Sebelum pembicaraan berlangsung, maka pembicara seharusnya mempersiapkan apa yang akan dibicarakan (Tarigan, 2008:25). Diantaranya:
1) Menentukan materi/topik
2) Menguasai materi
3) Memahami khalayak
4) Memahami situasi
5) Merumuskan tujuan yang jelas
Pada tingkat pemula, tujuan pembelajaran keterampilan berbicara meliputi: melafalkan bunyi-bunyi bahasa, menyampaikan informasi, menyatakan setuju atau tidak setuju, menjelaskan identitas diri, menceritakan kembali hasil simakan/bacaan, menyatakan ungkapan rasa hormat, dan bermain peran.
Untuk tingkat menengah, tujuan pembelajaran keterampilan berbicara dapat dirumuskan: menyampaikan informasi, berpartisipasi dalam percakapan, menjelaskan identitas diri, menceritakan kembali hasil simakan atau bacaan, melakuakan wawancara, bermain peran, menyampaikan gagasan dalam diskusi atau pidato.
Tingkat paling tinggi, dapat dirumuskan bahwa: menyampaikan informasi, berpartisipasi dalam percakapan, menjelaskan identitas diri, menceritakan kembali hasil simakan atau hasil bacaan, berpartisipasi dalam wawancara, bermain peran, dan menyampaikan gagasan.
Terdapat beberapa aktivitas yang mempermudah seorang siswa untuk belajar keterampilan berbicara, seperti mengubah topik, merespon atau menolak atau dapat dikenal dengan Awareness-Raising Activities. Untuk itu ada beberapa hal yang perlu dilakukan yakni:
1) Attention (memperhatikan)
2) Noticing (mengenali)
3) Understanding (memahami)
Strategi pembelajaran berbicara merujuk pada prinsip stimulus-respons, yakni memberi dan menerima informasi. Rancangan program pengajaran untuk mengembangkan keterampilan berbicara antara lain:
a) aktivitas mengembangkan keterampilan bicara secara umum
b) aktivitas mengembangkan bicara secara khusus untuk membentuk model diksi dan ucapan, dan mengurangi penggunaan bahas non-standard
c) aktivitas mengatasi masalah yang meminta perhatian khusus:
  • peserta didik menggunakan bahasa ibunya sangat dominan
  • peserta didik yang mengalami problema kejiwaan, pemalu dan tertutup
  • peserta didik yang menderita hambatan jasmani yang berhubungan dengan alat-alat bicaranya.
Program pengajaran keterampilan berbicara harus mampu memberikan kesempatan kepada setiap individu mempunyai tujuan yang dicita-citakan. tujuannya, meliputi:
1) kemudahan berbicara
2) kejelasan
3) bertanggung jawab
4) membentuk pendengaran yang kritis
5) membentuk kebiasaan
Pemilihan strategi atau gabungan metode dan teknik pembelajaran terutama didasarkan pada tujuan dan materi yang telah ditetapkan pada satuan-satuan kegiatan belajar. Dalam hal tersebut keterlibatan intelektual peserta didik dapat dilatih dalam kegiatan antara lain: bermain peran, berbagai bentuk diskusi, wawancara, bercerita, pidato, laporan lisan, membaca nyaring, merekam bicara, bermaian drama.
 
I.2 Tujuan Model Pembelajaran Bermain Peran dalam Pembelajaran Berbicara
Dalam silabus mata pelajaran Bahasa Indonesisa kelas XI tingkat SMU/MA terdapat kompentensi dasar melalui menulis, membaca, berbicara dan menyimak, karena keterampilan berbahasa didapat dari keterkaitan dan keselarasan empat komponen berbahasa tersebut. Berbicara merupakan salah satu standar kompetensi yang harus diajarkan dalam perlajaran Bahasa Indonesia.
Pada semester dua kelas XI tingkat SMU/MA dalam silabus pembelajaran terdapat satu Standar kompetensi tentang berbicara yaitu mengungkapkan wacana sastra dalam bentuk pementasan drama. Standar kompetensi tersebut terdiri dari beberapa kompetensi dasar yaitu:
  1. mengekspresikan dialog para tokoh dalam pementasan drama
  2. menggunakan gerak-gerik, mimik dan intonasi sesuai dengan watak tokoh dalam pementasan drama.
Berdasarkan silabus tersebut dapat disusun suatu pendekatan belajar dan model pembelajaran yang menjadi satu kesatuan utuh untuk memaksimalkan pemahaman, kreatifitas, pontensi dan pengetahuan siswa terutama tentang pembelajaran berbicara.. Adapun yang digunakan adalah pendekatan Kontekstual dengan model pembelajaran bermain peran (role playing) dalam pembelajaran berbicara semester dua kelas XI di SMU/MA.
Pendekatan kontekstual atau Contextual Teaching Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Siregar dan Nara,2010:117).
Dengan pemahaman ini diharapkan hasil belajar lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran juga alamiah, siswa bekerja dan mengalami, Bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Dengan demikian, siswa akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan dalam konteks yang terbatas sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkonstruksi sendiri, sebagai bekal dalam memecahkan masalah kehidupannya di lingkungan masyarakat.
Pendekatan kontekstual (contextual teaching learning) adalah juga suatu proses pembelajaran berupa learner-centered and learning in context. Konteks adalah sebuah keadaan yang mempengaruhi hehidupan siswa dalam pembelajarannya. Proses pembelajaran kontekstual tersusun oleh delapan komponen yaitu:
  1. Membangun hubungan untuk menemukan makna (relating)
  2. Belajar secara mandiri
  3. Melakukan sesuatu yang bermakna (experiencing)
  4. Kolaborasi (colaborating)
  5. Berpikir kreatif dan kritis ( applying)
  6. Mengembangkan potensi individu (transfering)
  7. Standar pencapaian yang tinggi
  8. Assesmen yang autentik.
Pendekatan kontekstual dalam pembelajaran berbicara dapat lebih nyata dan aplikatif dengan ditunjang menggunakan model pembelajaran bermain peran.
Model pembelajaran bermain peran merupakan pembelajaran terakhir pada model pembelajaran berbicaraDengan demikian maka dikandung pengertian bahwa model pembelajaran ini sebagai tataran tertinggi dalam model pembelajaran Berbicara. Jika dalam model pembelajaran berbicara sebelumnya masih terdapat campur tangan guru, maka dalam Bermain Peran ini siswa lebih aktif ,inisiatif, spontanitas dan kreatif. Dalam praktiknya Bermain Peran ini menyerupai sandiwara atau drama, hanya saja dalam bentuk yang lebih kecil/sederhana. Maka peserta didik akan memperoleh peran dan teks dialog untuk ditampilkan di depan kelas nanti. Dengan pendekatan kontekstual siswa dapat memilih topik dan ekspresi sebagaimana dalam kehidupan sehari-hari.


II. Model Mengajar
II.1. Sintaksis
Langkah-langkah pembelajaran Bahasa Indonesia dalam materi pelajaran berbicara dengan model bbermain peran adalah:
A. Pertemuan pertama
  1. Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 4-5 orang.
  2. Kemudian kelompok-kelompok diberi tugas untuk membuat dialog atau naskah drama yang bersumber dari kehidupan sehari-hari atau lingkungan sekitar siswa.
  3. Siswa membuat naskah drma atau dialog singkat tersebut dan membagi peran pada masing-masing anggota kelompok.
  4. Guru memberikan tugas untuk pertemuan selanjutnya. Pertama, tugas kelompok yaitu menyempurnakan naskah dan latihan dialog.Kedua, melakukan observasi terhadapa cara berbicara sesuai peran yang didapatkan. Siswa diharapkan mampu mempelajari ekspresi dan bahasa non verbal tokoh dalam naskah.
B. Pertemuan kedua
  1. Siswa berada dalam kelompok yang telah ditentukan sebelumnya.
  2. Masing-masing kelompok mengemukakan hasil naskah dan observasinya secara singkat.
  3. Guru menerangkan hal-hal yang penting terkait kemampuan berbicara dalam mepresentasikan dan memerankan sebuah naskah atau dialog.
  4. Guru mulai mempersilahkan kepada kelompok yang terpilih untuk memampilkan naskah atau dialog yang telah dipilih.
  5. Penampilan juga dapat dilanjutkan pada pertemuan selanjutnya.
  6. Pebilaian selain dilakukan oleh guru juga dilakukan siswa dengan membagikan format penilaian (lafal,intonasi,ekspresi,penghayatan dan penampilan) dengan demikian siswa saling mengapresiasi dan belajra dengan temannya.
II.2. Sistem sosial.
Adapun indikator yang harus dicapai dalam proses pembelajaran dengan model pembelajaran bermain peran adalah:
  1. Siswa mampu menentukan topik yang berhubungan dengan kehidupan sendiri untuk bisa menulis cerita pendek.
  2. Siswa mengetahui topik atau gagasan-gasan yang menjadi bahan pembicaraan masyrakat atau orang sekitarnya.
  3. Siswa dilatih menulis dan mengembangkan naskah drama atau dialog singkat sebagai wujud pengamatan dan simakannya
  4. Siswa dilatih berbicara dalam latihan drama dan menghafalkan dialog sesuai dngan ekspresi dan bahasa non verbal pendukung komunikasi.
  5. Siswa mampu menampilkan dialog atau naskah drama dengan kriteria yang telah ditentukan.
  6. Siswa mampu mengapresiasi penampilan dan teknik dialog(bebicara) yang disampaikan temannya.
II.3. Prinsip reaksi
Untuk melakukan kegiatan belajar melalui pendekatan kontekstual dengan model pembelajaran bermain peran seluruh siswa harus:
  1. mengamati topik atau gagasan yang ada dalam kehidupan danlingkungan sekitarnya.
  2. kelompok kelas dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 4-5 orang
  3. siswa harus mendiskusikan topik yang akan diangkat dalam pembuatan naskah atau dialog singkat.
  4. siswa menulis naskah atau dialog singkat.
  5. siswa melakukan observasi ringan untuk menunjang penghayatan dan memahamai cara berbicara pada peran.
  6. siswa melakukan presentasi terhadap naskah yang telah dibuat.
  7. siswa berlatih dan mempersiapkan diri untuk penampilan
  8. siswa menampilkan naskah drama atau dialog yang telah dibuat dan mengapresiasi penampilan temannya.
Sementara guru dalam hal ini berperan sebagai fasilitator dan mentor dalam memberikan tugas dan mengarahkan iswa agar siswa mampu memiliki pemahanan tentang pelajaran dari pengalaman sendiri. Selain itu guru juga berperan sebagai motivator dalam memaksimalkan potensi siswa dalam berkarya dan juga menyampaikan bahwa berbicara dapat mengekspersikan, menyampaikan dan menginformasikan sesuatu.

II.4. Sistem penunjang
Dalam kegiatan pembelajaran ini dapat digunakan beberapa sumber dan sarana belajar, seperti: buku teks dan penunjang Bahasa Indonesia, buku penunjang tentang naskah drama dan pementasan drama, artikel dan tulisan-tulisan yang berkaitan dengan tema dalam koran, majalah, maupun website. Dan sarana yang digunakan yaitu dapat melalui komputer dan internet, analisis, dan pengalaman dan pengamatan.

III. Dampak intruksional dan penyerta.
Dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia terutama pada standar kompetensi berbicara pendekatan belajar secara kontekstual dengan model bermain peran mampu membuat siswa:
  1. mengaitkan apa yang dipelajari di sekolah dengan pengalamannya sendiri ketika mencari ide,gagasan atau topik yang akan diangkat dalam naskah. Siswa akan menemukan sesuatu yang jauh lebih bermakna dibandingkan apabila informasi maupun ide tersebut diperoleh hanya dengan mendengar atau menerima saja.
  2. dengan belajar mandiri atau tugas mandiri secara kelompok dan individu dapat mengatasi perbedaan kecepatan belajar siswa yang sangat variatif. cara belajar yang berbeda, bakat, minat yang juga bermacam-macam hendaknya dihargai dengan memberikan kesempatan pada siswa untuk belajar mandiri sesuai kondisi masing-masing siswa.
  3. dengan kelompok maka dapat mendorong siswa untuk bekerjasama satu sama lain. Karena pada dasarnya setiap makhlik hidup membutuhkan makhluk hidup lainnya.
  4. pembelajaran ini hendaknya melatih siswa untuk berpikir kritis dan kreatif dan juga memberikan kesempatan untuk mempraktikkannya dalam situasi yang nyata.
  5. karena tidak ada individu yang sama maka kegiatan penbelajaran dengan pendekatan kontekstual bisa mengidentifikasi potensi yang dimiliki setiap siswa serta memberikan kesempatan pada siswa untuk mengembangkannya.
  6. ketika memberikan tugas dengan standar yang tinggi maka akan memacu siswa untuk berusaha keras dan mengeluarkan kemampuan serta potensi maksimalnya untuk menjadi yang terbaik.
  7. dan hasil kerja siswa juga tak cukup dinilai dengan tes semata, tetapi juga dengan uji pemahaman, dan mengapresiasi karya yang telah dibuat oleh siswa.
IV. Keunggulan dan Kekurangan

IV.1.Keungulan Model Pembelajaran Bermain Peran
Menurut Hamzah B.Uno (2010:26) Keberhasilan pembelajaran melaui bermain peran tergantung pada kualitas pemain peran yang diikuti dengan analisis terhadapnya. Di samping itu, tergantung pula pada persepsi siswa tentang peran yang diaminkan terhadap situasi yang nyata.
Joyce and weil (1996:92) The role playing process provides a live sample of human behaviour that serves as a vehicle for students to: (1)explore their feelings,(2) gain insight into their attitudes, values, and perceptions,(3) develop their problem-solving skills and attitudes,and (4) explore subject matter in varied ways. Model bermain peran dapat mengantarkan sisma untuk mampu mengenal perasaannya dan perasaan orang lain, dapat menyatukan dialog dan peranya pada sikap, nilai dan persepsi, membangun kemampuan pemecahan masalah, dan melaksanakan pembelajaran dengan cara yang lebih bervariasi.
Dengan model bermain peran siswa juga dapat meningkatkan kratifitas dan kepekaannya dalam bereskpresi terutama dalam berbicara.Siswa juga dapat memperoleh cara berprilaku baru untuk mengatasi masalah.

IV.2. Kekeurangan Model Pembelajaran Bermain Peran
Model pembalajarn bermain peran tak luput dari kekurangan dlam pelaksanaannya, diantaranya:
  1. keterbatasan waktu dalam melaksanakan pembelajaran
  2. banyaknya siswa dalam satu kelas
  3. kemampuan siswa yang bergam dalam memahami peran
  4. kemampuan menilai dan mengapresiasi yang masih rendah

V. Daftar pustaka

Budimansyah.Dasim,dkk.2009. Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Bandung: PT. Genesindo
Joyce and Weil.1996.Models of Teaching.US: Allyn and Bacon
Siregar,Eveline,dkk.2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Penerbit Gahlia Indonesia.
Soemanto,Wasty.2006. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Uno,Hamzah B.2010.Model Pembelajaran menciptakan Proses Belajar Mengajar Yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara







Selasa, 08 Mei 2012

TUGAS


TUGAS INDIVIDUAL

1. Identifikasilah:
a) ciri-ciri guru yang baik;
b) ciri-ciri guru yang hebat.
Jawaban:
a) ciri-ciri guru yang baik adalah:Gilbert H. Hunt dalam bukunya Effectve Teaching mengungkapkan, bahwa guru yang baik itu memiliki tujuh kriteria yaitu:
  1. memiliki sifat dan kepribadian
  2. memiliki pengetahuan yang memadai
  3. memiliki tanggung jawab terhadap apa yang disampaikan
  4. mampu memilih bagaimana cara mengajar yang tepat
  5. mampu memberi harapan pada siswa
  6. menerimamasukan, kritik, resiko, dan tantangan
  7. menguasai manajemen kelas
b) ciri-ciri guru yang hebat tentunya telah memenuhi kriteria guru yang baik ditambah dengan beberapa kriteria berikut ini:
  1. memiliki empat kompetensi profesional
  2. cinta mengajar
  3. memiliki passion (dorongan dan cita-cita) yang kuat
  4. mempunyai visi dan idealisme yang jelas
  5. disiplin,tertib dan tegas
  6. mau belajar dan selalu mengikuti perkembangan zaman
  7. menjadi motivator,mediator dan mitra siswanya
  8. kreatif,inovati dan inspiratif

2. Jika diwajibkan memilih, apakah Anda akan berupaya untuk menjadi 
"guru yang baik" ataukah ingin menjadi "guru yang hebat"? Mengapa
demikian? Tulislah minimal tiga alasan yang mendasari pilihan Anda itu.
Jawaban:
Saya akan memilih menjadi guru yang hebat. Alasannya adalah:
  1. Guru yang hebat sudah tentu guru yang baik. Tetapi guru yang baik belum tentu guru yang hebat.
  2. Guru yang baik mampu melakukan tugasnya dengan baik.Guru yang hebat mampu melaksanakan tugas dan juga menginspirasi siswa dan orang disekitarnya.
  3. Guru hebat mampu memberi pelajaran yang dapat dikenang siswanya sepanjang waktu.

3. Bagaimanakah profil ideal guru Bahasa Indonesia di era globalisasi ini?
Jelaskanlah menurut sudut pandang Anda masing-masing.
Jawaban:
Seperti yang telah saya tulis pada Artikel sebelumnya (Tips Membangkitkan Generasi Emas Melalui Pembelajaran Bahasa Indonesia Di SMA) maka, guru bahasa Indonesia yang ideal itu adalah guru yang dapat memenuhi kriteria guru yang baik dan hebat. Serta hal berikut:
(1)seorang guru bahasa Indonesia haruslah meningkatkan empat kompetensi dasarnya yakni kompetensi pedagodi, kepribadian, sosial dan terutama kompetensi profesionalnya. Kompetensi profesional adalah hal utama yang menunjukkkan profesionalitasnya dalam menguasai bidang uang diajarkan dan menjadi keahliannya.
(2)Kreatif, Inovatif dan Inspiratif
Guru bahasa Indonesia hendalah kreatif, inovatif dan inspiratif baik sebagi pribadi maupun dalam proses belajar mengajar. Seorang guru harus mampu kreatif dalam memilih strategi dan model pembelajaran yang tepat serta mampu berinovasi sesuai kebutuhan muridnya. Kehadirannya mampu menginspirasi. Dalam hal ini guru bahasa Indonesia ditantang untuk mampu menyajikan pelajaran bahasa Indonesia sebaik dan semenarik mungkin. Menginspirasi bahawa Bahasa indonesia adalah hal utama yang sama kedudukanny juga dengan meta pelajaran lainnya.
(3)Memiliki keterampilan komunikasi
Seorang guru Bahasa Indonesia harus memiliki keterampilan komunikasi. Keterampilan ini berguna dalam komunikasi dalam pembelajaran maupun dalam hubungan sosial dalam lembaga pendidikan. Selain itu bahasa tak pernah lepas dari komunikasi,bahkan materi pelajaran pun berkaitan dengan komunikasi.
(4)Memahami Hakikat bahasa dalam Kehidupan
Hakikat bahasa adalah untuk komunikasi. Dan bila kita lihat dalam kehidupan ini ada dua hal dasar utama yang dibutuhkan setiap individu yakni keterampilan berbahasa dan keterampilan berhitung. Keterampilan berbahasa agar setiap individu dapat menyimak, menuarakan dan mengkomunikasikan apapaun dalam hidupnya. Keterampilan berhitung dibutuhkan agar setiap indivdu dapat diperhitungkan dalam hidupnya. Ketika guru bahasa Indonesia mampu memahami hakikat ini maka ia mampu menginspirasi dan mengangkat bahasa Indonesia menjadi pelajaran yang penting serta berharga.
(5)Menguasai Teknologi
Penguasaan teknologi merupakan hal yang mutlak. Karena perkembangan zaman dan juga perkembangan ilmu pengetahuan. Tak hanya teknologi seorang guru bahasa Indonesia pun harus menguasai penggunaan berbagai media pembelajaran.
(6)Melakukan Pembinaan di bidang Bahasa Indonesia
Agar pelajaran bahasa Indonesia terasa manfaatnya maka, guru bahasa Indonesia harus mampu melakukan pembianaan dalam kegiatan atau pelatihan-pelatihan siswa yang bermanfaat pada kehidupa sehari-harinya. Contoh: Pembinaan karya tulis ilmiah, pelatihan penulisan kreatif dan lain sebagainya.

4. Adakah manfaat yang Anda peroleh setelah membaca wacana itu?
Jika ada, tulislah semua manfaat yang dapat Anda petik darinya.
Jawaban:
Tentu ada. Saya sangat terkesan dengan kata-kata yang disampaikan oleh Mendikbud yaitu “ Guru yang baik akan menjelaskan sesuatu kepada muridnya sehingga paham, tetapi guru yang hebat adalah guru yang mampu menginspirasi dan memotivasi muridnya, sehingga mampu berbuat sesuatu yang baik dengan kemampuannya sendiri.” Kata-kata ini yang membangkitakan keinginan untuk mau menjadi guru yang hebat.

ARTIKEL GENERASI EMAS


Tips Membangun Generasi Emas
Melalui Pembelajaran Bahasa Indonesia Di SMA

oleh : Yessy Hermawati

Pada tanggal 2 Mei lalu telah dilaksanakan peringatan hari pendidikan nasional dengan tema “Bangkitkan Generasi Emas Indonesia”. Tema tersebut tentunya menyegarkan harapan dan mimpi para komponen dunia pendidikan untuk mewujudkan generasi emas Indonesia. Generasi emas berarti generasi yang memiliki kecemerlangan dan kompetensi yang mumpuni dalam bidang keilmuan,pengetahuan, teknologi dan seni. Generasi emas diharapkan dapat membawa perubahan terhadap bangsa Indonesia. Karena generasi ini memiliki kompetensi dan karakter yang akan dibentuk sedini mungkin.
Peringatan Hardiknas sebaiknya janganlah hanya euforia seremoni saja,tetapi juga dijadikan momentum bagi pendidik dan tenaga pendidikan untuk terus membenahi diri, meningkatkan kompetensi dan semanagat dalam upaya mewujudkan generasi emas tersebut. Sementara, pengelola lembaga pendidikan dan pembuat kebijakan pendidikan terus berupaya memperbaiki sistem dan membenahi masalah-masalah yang ada dalam pendidikan.
Generasi emas tersebut akan terwujud apabila semua pihak segera melakukan perbaikan dan pengembangan kualitas. Guru bahasa Indonesia pun memegang peranan penting dalam membangkitkan generasi emas ini. Berikut ini beberapa tips untuk guru Bahasa Indonesia terutama tingkat SMA agar dapat memberi kontribusi dalam membangkitkan generasi emas, yaitu:


  1. Tingkatkan Kompetensi
    seorang guru bahasa Indonesia haruslah meningkatkan empat kompetensi dasarnya yakni kompetensi pedagodi, kepribadian, sosial dan terutama kompetensi profesionalnya. Kompetensi profesional adalah hal utama yang menunjukkkan profesionalitasnya dalam menguasai bidang uang diajarkan dan menjadi keahliannya.
  2. Kreatif, Inovatif dan Inspiratif
    Guru bahasa Indonesia hendalah kreatif, inovatif dan inspiratif baik sebagi pribadi maupun dalam proses belajar mengajar. Seorang guru harus mampu kreatif dalam memilih strategi dan model pembelajaran yang tepat serta mampu berinovasi sesuai kebutuhan muridnya. Kehadirannya mampu menginspirasi. Dalam hal ini guru bahasa Indonesia ditantang untuk mampu menyajikan pelajaran bahasa Indonesia sebaik dan semenarik mungkin. Menginspirasi bahawa Bahasa indonesia adalah hal utama yang sama kedudukanny juga dengan meta pelajaran lainnya.
  3. Memiliki keterampilan komunikasi
    Seorang guru Bahasa Indonesia harus memiliki keterampilan komunikasi. Keterampilan ini berguna dalam komunikasi dalam pembelajaran maupun dalam hubungan sosial dalam lembaga pendidikan. Selain itu bahasa tak pernah lepas dari komunikasi,bahkan materi pelajaran pun berkaitan dengan komunikasi.
  4. Memahami Hakikat bahasa dalam Kehidupan
    Hakikat bahasa adalah untuk komunikasi. Dan bila kita lihat dalam kehidupan ini ada dua hal dasar utama yang dibutuhkan setiap individu yakni keterampilan berbahasa dan keterampilan berhitung. Keterampilan berbahasa agar setiap individu dapat menyimak, menuarakan dan mengkomunikasikan apapaun dalam hidupnya. Keterampilan berhitung dibutuhkan agar setiap indivdu dapat diperhitungkan dalam hidupnya. Ketika guru bahasa Indonesia mampu memahami hakikat ini maka ia mampu menginspirasi dan mengangkat bahasa Indonesia menjadi pelajaran yang penting serta berharga.
  5. Menguasai Teknologi
    Penguasaan teknologi merupakan hal yang mutlak. Karena perkembangan zaman dan juga perkembangan ilmu pengetahuan. Tak hanya teknologi seorang guru bahasa Indonesia pun harus menguasai penggunaan berbagai media pembelajaran.
  6. Melakukan Pembinaan di bidang Bahasa Indonesia
    Agar pelajaran bahasa Indonesia terasa manfaatnya maka, guru bahasa Indonesia harus mampu melakukan pembianaan dalam kegiatan atau pelatihan-pelatihan siswa yang bermanfaat pada kehidupa sehari-harinya. Contoh: Pembinaan karya tulis ilmiah, pelatihan penulisan kreatif dan lain sebagainya.
Semua tips di atas adalah sebagian tips yang dapat dijadikan masukan untuk menjadi guru bahasa Indonesia terutama di tingkat SMA. Tips tersebut beguna bagi guru Bahasa Indonesia dalam menyumbangkan kontribusinya untuk membangkitkan generasi emas Indonesia.

Minggu, 29 April 2012

Pembelajaran Berbicara


Strategi Pembelajaran Keterampilan Berbicara *

A. Elemen Keterampilan Berbicara
Berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan untuk mencapai tujuan tertentu. Beberapa konsep dasar berbicara harus dipahami oleh pengajar sebelum mengajarkan berbicara kepada siswanya. Terdapat lima konsep, yakni: penyimak, pembicaraan, media, sarana, dan pembicara (Iskandarwassid, 2008).
Keberhasilan berbicara, dapat dilihat pertama kali pada penyimak atau pendengar. Cara yang digunakan adalah dengan menganalisis situasi dan kebutuhan, tingkat pendidikan, pendengar. Dengan cara ini akan menghindarkan dari kesalahan-kesalahan dalam berbicara.
Ada beberapa bidang analisis, yakni:
1)Harapan dan tujuan dari orang yang berbicara
2)Harapan dan keinginan/kebutuhan pendengar
3)Organisasi pada umumnya dan tempat berbicara (maksudnya ketepatan dalam memulai dan menutup pembicaraan).
Sebelum pembicaraan berlangsung, maka pembicara seharusnya mempersiapkan apa yang akan dibicarakan (Tarigan, 1981:25). Diantaranya:
1) Menentukan materi/topik
Materi atau pembicaraan yang dimaksud adalah menarik, bermanfaat, dan aktual.
2) Menguasai materi
Penguasaan materi dapat ditempuh dengan cara mempelajari, memahami, dan berusaha menguasi materi materi pembicaraan. Yaitu dengan menelaah berbagai sumber acuan yang berkaitan dengan topik pembicaraan.
3) Memahami khalayak
Pembicaraan disesuaikan dengan jumlah, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, minat/ kebiasaan, agama/kepercayaan yang dianut.
4) Memahami situasi
Mengetahui situasi pada saat pembicaraan berlangsung (lokasi, ruangan, waktu, sarana penunjang, dan suasana pembicaraan)
5) Merumuskan tujuan yang jelas
Pembicaraan harus mempunyai tujuan yang jelas. Apakah bertujuan menghibur, menginformasikan, menstimuli, meyakinkan, atau menggerakkan.
Pembicaraan dapat disampaikan dengan lebih menarik jika didukung dengan memberikan ilustrasi yang tepat, dan menggunakan alat bantu yang tepat. Misalnya menggunakan kaset, computer, gambar, dsb.
Pembicara adalah unsur  penting yang menentukan efektifitas retorik (Hendrikus, 2003:144).
1) Memiliki pengetahuan yang luas
2) Kepercayaan diri yang cukup
3) Berpenampilan yang sesuai
4) Memiliki artikulasi yang jelas
5) Jujur, ikhlas, kreatif dan bersemangat
6) Tenggang rasa dan sopan santun


B. Tujuan Pembelajaran Keterampilan Berbicara
Pada tingkat pemula, tujuan pembelajaran keterampilan berbicara meliputi: melafalkan bunyi-bunyi bahasa, menyampaikan informasi, menyatakan setuju atau tidak setuju, menjelaskan identitas diri, menceritakan kembali hasil simakan/bacaan, menyatakan ungkapan rasa hormat, dan bermain peran.
Untuk tingkat menengah, tujuan pembelajaran keterampilan berbicara dapat dirumuskan: menyampaikan informasi, berpartisipasi dalam percakapan, menjelaskan identitas diri, menceritakan kembali hasil simakan atau bacaan, melakuakan wawancara, bermain peran, menyampaikan gagasan dalam diskusi atau pidato.
Tingkat paling tinggi, dapat dirumuskan bahwa: menyampaikan informasi, berpartisipasi dalam percakapan, menjelaskan identitas diri, menceritakan kembali hasil simakan atau hasil bacaan, berpartisipasi dalam wawancara, bermain peran, dan menyampaikan gagasan.


C. Strategi Pembelajaran Keterampilan Berbicara
Strategi kompetensi disebut juga dengan strategi komunikasi atau communication strategies (Thornburry, 2006: 29).
Ada beberapa hal yang yang harus diperhatikan dalam strategi komunikasi yakni:
  • Menggunakan kata-kata yang banyak/tidak langsung (tidak to the point)
  • Pembentukan kata baru (pilihan kata yang baru)
  • Mengubah kata-kata baru agar lebih dikenal (penyerapan kata asing), contoh: karpet.
  • Menggunakan kata yang saling berhubungan atau kata-kata alternatif (Menyederhanakan kata-kata yang masih khusus). Contoh: meja kerja
  • Menggunakan kata-kata yang umum atau sudah dikenal.
  • Menggunakan ekspresi atau alih kode, contoh:menggunakan bahasa jawa karena pada orang Jawa.
  • Menggunakan gerak tubuh atau mimik untuk meyakinkan maksud yang kita inginkan.
Terdapat beberapa aktivitas yang mempermudah seorang siswa untuk belajar keterampilan berbicara, seperti mengubah topik, merespon atau menolak atau dapat dikenal dengan Awareness-Raising Activities. untuk itu ada beberapa hal yang perlu dilakukan yakni:
1) Attention (memperhatikan)
2) Noticing ( mengenali)
3) Understanding (memahami)
Strategi pembelajaran berbicara merujuk pada prinsip stimulus- respons, yakni memberi dan menerima informasi. Rancangan program pengajaran untuk mengembangkan keterampilan berbicara antara lain:
a) Aktivitas mengembangkan keterampilan bicara secara umum
b) Aktifitas mengembangkan bicara secara khusus untuk membentuk model diksi da ucapan, dan mengurangi penggunaan bahas nonstandard
c) Aktifitas mengatasi masalah yang meminta perhatian khusus:
  • Peserta didik menggunakan bahasa ibunya sangat dominan
  • peserta didik yang mengalami problema kejiwaan, pemalu dan tertutup
  • Peserta didik yang menderita hambatan jasmani yang berhubungan dengan alat-alat bicaranya.
Program pengajaran keterampilan berbicara harus mampu memberikan kesempatan kepada setiap individu mempunyai tujuan yang dicita-citakan. Tujuannya, meliputi:
1) Kemudahan berbicara
2) Kejelasan
3) Bertanggung jawab
4) Membentuk pendengaran yang kritis
5) Membentuk kebiasaan
Pemilihan strategi atau gabungan metode dan teknik pembelajaran terutama didasarkan pada tujuan dan materi yang telah ditetapkan pada satuan-satuan kegiatan belajar. Dalam hal tersebut keterlibatan intelektual peserta didik dapat dilatih dalam kegiatan antara lain: bermain peran, berbagai bentuk diskusi, wawancara, bercerita, pidato, laporan lisan, membaca nyaring, merekam bicara, bermaian drama.


D. Teknik-teknik Pembelajaran Keterampilan Berbicara
1) Berbicara terpimpin
  • Frase dan kalimat
  • Satuan paragraph
  • Dialog
  • Pembacaan puisi
2) Berbicara semi terpimpin
  • Reproduksi cerita
  • Cerita berantai
  • Menyusun kalimat dalam pembicaraan
  • Melaporkan isi bacaan secara lisan
3) Berbicara bebas
  • Diskusi
  • Drama
  • Wawancara
  • Berpidato
  • Bermain peran
Berdasarkan tingkatatan berbicara, teknik pembelajaran untuk
  • tingkat pemula dapat digunakan:
Ulang ucap, lihat ucap, permainan kartu kata, wawancara, permainan memori, reka cerita gambar, biografi, manajemen kelas, bermain peran, permainan telepon, dan permainan alfabet.
  • Tingkat menengah
Dramatisasi, elaborasi, reka derita gambar, biografi, permainan memori, wawancara, permainan kartu kata, diskusi, permainan telepon, percakapan satu pihak, pidato pendek, parafrase, melanjutkan cerita, permainan alfabet.
  • Tingkat yang paling tinggi
Dramatisasi, elaborasi, reka cerita gambar, biografi, permainan memori, diskusi, wawancara, pidato, melanjutkan cerita, talk show, parafrase, dan debat.



*) Tulisan ini ditulis oleh Dewi Rohmah bersumber pada:


Senin, 02 April 2012

Pemerolehan Bahasa Kedua


PROSES PEMEROLEHAN BAHASA KEDUA
oleh Yessy Hermawati

I. Pendahuluan

Setiap individu dianugrahi kemampuan berbahasa. Bahasa tersebut diperoleh, diwarisi dan ditumbuhkembangkan dari waktu ke waktu. Setiap manusia menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi dan alat untuk berinteraksi antara sesamanya.
Sejak lahir manusia telah memiliki kemampuan dan kesiapan untuk memperoleh dan mempelajari bahasa. Hal ini terlihat bahwa manusia tidak memerlukan banyak usaha untuk mampu berbicara. Orang yang dalam jangka waktu cukup lama terus menerus mendengar pengucapan suatu bahasa, biasanya ia akan mampu mengucapkan bahasa tersebut tanpa instruksi khusus atau direncanakan. Bahkan banyak peneliti mengenai penguasaan bahasa meyakini bahwa anak-anak dari berbagai konteks sosial yang luas mampu menguasai bahasa Ibu mereka tanpa terlebih dahulu diajarkan secara khusus dan tanpa penguatan yang jelas (Rice:1993 dalam Desmita,2007:1120) .
Pada tahap awal perkembangannya manusia mulai masuk dalam tahap pemerolehan bahasa Ibu atau bahasa pertama yaitu proses pemerolehan bahasa yang pertama kali dikenal manusia, biasanya terjadi anata ibu dan anak, bisa diikuti anggota keluarga yang lainya dan dilakukan secara lisan di lingkungan keluarga secara tidak formal. Pemerolehan bahasa Ibu atau bahasa pertama ini terjadi secara sadar dan alamiah pada tataran keterampilan menyimak dan berbicara. Pemerolehan bahasa pertama bertujuan untuk komunikasi antara Ibu dan anak bahkan dengan keluarga serta lingkunan sekelompoknya pada masa waktu tertentu (anak-anak awal).
Setelah seseorang memperoleh bahasa pertama dan telah mampu berinteraksi dengan lingkungan sosial di luar keluarga dan kelompoknya. Individu tersebut butuh menguasai bahasa lainnya dalam hal ini disebut bahasa kedua. Kebutuhan pemerolehan bahasa kedua muncul karena seseorang memerlukan bahasa baru untuk dapat berkomunikasi dan menyesuaikan diri di lingkungan sosial yang lebih besar, selain itu juga terdapat alasan imigrasi, kebutuhan perdagangan,ilmu pengetahuan dan pendidikan. Istilah bahasa kedua juga digunakan untuk mengambarkan bahasa-bahasa apa saja yang pemerolehanya atau pengusaannya dimulai setelah masa anak-anak awal, termasuk bahasa ketiga atau bahasa asing lainnya.
Untuk memahami tahap pemerolehan bahasa kedua pada suatu individu. Maka, penulis mencoba menulis makalah ini yang berjudul "Proses Pemerolehan Bahasa Kedua". Dalam makalah ini akan diterangkan pengertian, latar belakang serta tahapan pemerolehan bahasa kedua.

II. Pengertian Pemerolehan Bahasa Kedua

Sebelum memahami pengertian pemerolehan bahasa kedua, pertama yang harus dipahami adalah arti dari istilah pemerolehan bahasa. Ada beberapa pengertian pemerolehan bahasa yaitu:
  1. Menurut Wikipedia, pemerolehan bahasa adalah proses manusia mendapatkan kemampuan untuk menangkap, menghasilkan, dan menggunakan kata untuk pemahaman dan komunikasi. Kapasitas ini melibatkan berbagai kemampuan seperti sintaksis, fonetik, dan kosakata yang luas. Bahasa yang diperoleh bisa berupa vokal seperti bahasa lisan atau manual seperti pada bahasa isyarat. Pemerolehan bahasa biasanya merujuk pada pemerolehan bahasa pertama yang mengkaji pemerolehan anak terhadap bahasa ibu mereka dan bukan pemerolehan bahasa kedua yang mengkaji pemerolehan bahasa tambahan oleh anak-anak aytau orang dewasa. (http://id.wikipedia.org/wiki/pemerolehan bahasa)
  2. Menurut McGraw (1987, dalam Sabarti A.,dkk,1997:1.3) Ada dua pengertian mengenai pemerolehan bahasa yang pertama, mengatakan bahwa pemerolehan bahasa mempunyai permulaan yang mendadak, tiba-tiba. Kedua, mengatakan bahwa pemerolehan bahasa memiliki suatu permulaan yang gradual yang muncul dari prestasi-prestasi motorik, sosial, dan kognitif pralinguistik.
  3. Menurut Dardjowidjojo,2008, istilah pemerolehan dipakai untuk menerjemahkan bahasa Inggris, aquesition yang diartikan sebagai proses penguasaan bahasa secara alami dari seorang anak saat ia belajar bahasa ibunya.
Berdasarkan beberapa pengertian tentang pemerolehan bahasa maka pemerolehan bahasa juga dapat diartikan sebagai proses mendapatkan bahasa terutama bahasa ibunya secara sadar dan alamiah.
Selain makna pemerolehan bahasa,yang kedua adalah makna bahasa kedua, dalam (blog,4/3/2011) bahasa kedua adalah bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi sehari-hari oleh seseorang di luar lingkungan kelompok masyarakatnya dinamakan bahasa asing yang apabila dipelajari orang tersebut akan menjadi bahasa kedua. Dalam (blog, 9/6/2009) bahasa kedua adalah sebuah bahasa lain yang dikuasai seseorang setelah terlebih dahulu ia menguasai batas tertentu bahasa pertama. Bahasa kedua juga dapat diartikan sebagai bahasa yang harus dikuasai seseorang yang digunakan untuk alat komunikasi umum dan bahasa-bahasa asing yang harus dikuasai untuk tujuan-tujuan tertentu.
Setelah memahami makna pemerolehan bahasa dan bahasa kedua maka selanjutnya dapat dipahami apa yang dimaksud dengan pemerolehan bahasa kedua. Ada beberapa pengertian terhadap pemerolehan bahasa kedua yaitu:
  1. Menurut Wikipedia, pemerolehan bahasa kedua adalah proses seseorang belajar bahasa kedua disamping bahasa ibu mereka. Pemerolehan bahasa kedua merujuk kepada apa yang siswa lakukan dan tidak merujuk pada apa yang guru lakukan.
  2. Menurut Chaer A. dan Agusitina,2004. Pemerolehan bahasa kedua atau bilingualisme adalah rentangan bertahap yang dimulai dari menguasai bahasa pertama (B1) ditambah mengetahui sedikit bahasa kedua (B2), lalu penguasaan B2 meningkat secara bertahap, sampai akhirnya menguasai B2 sama baiknya denganB1.
  3. Menurut Akhadiah, S., dkk dalam (1997:2.2) pemerolehan bahasa kedua adalah proses saat seseorang memperoleh sebuah bahasa lain setelah lebih dahulu ia menguasai sampai batas tertentu bahasa pertamanya.
Maka, pemerolehan bahasa kedua merupakan proses atau tahapan untuk memperoleh dan belajar bahasa baru setelah menguasai bahasa pertama atau bahasa ibu dengan tujuan tertentu sehingga dapat menguasai bahasa kedua sebaik bahasa pertamanya.

III. Proses Pemerolehan Bahasa Kedua

Stren (1983 dalam Akhadiah, S., dkk ,1997:2.2) menyamakan istilah bahasa kedua dengan bahasa asing. Tetapi bagi kondisi di Indonesia kita perlu membedakan istilah bahasa kedua dengan bahasa asing. Bagi kondisi di first languange yang berwujud bahasa daerah tertentu, bahasa kedua second languange yang berwujud bahasa Indonesia atau bahasa asing (foreign languange). Bahasa kedua biasanya merupakan bahasa resmi di negara tertentu. Oleh sebab itu bahasa kedua sangat diperlukan untuk kepentingan politik, ekonomi, dan pendidikan.(Pateda:1990)
Dalam (Chaer,A. dan Agustina: 2004) menerangkan bahwa pada umumnya bahasa pertama seorang anak Indonesia adalah bahasa daerahnya masing-masing karena bahasa Indonesia baru dipelajari ketika anak masuk sekolah dan ketika ia sudah menguasai bahasa ibunya. Dibandingkan dengan pemerolehan bahasa pertama, proses pemerolehan bahasa kedua tidak linear. Menurut Krashen seperti yang dikutip oleh sebuah blog, untuk anak-anak, bahasa kedua adalah hal yang lebih banyak dipelajari daripada diperoleh. Bila dilihat dari proses dan pengembangan bahasa kedua ada dua cara yang dijelaskan oleh hipotesis pembedaan dan pemerolehan dan belajar bahasa dalam (Akhadia, S.,dkk,1997:2.3) yaitu:
  1. Cara pertama dalam pengembangan bahasa kedua adalah pemerolehan bahasa yang merupakan proses yang bersamaan dengan cara anak-anak mengembangkan kemampuan dalam bahasa pertama mereka. Hasil atau akibat pemerolehan bahasa, kompetensi yang diperoleh bawah sadar. Cara-cara lain memerikan pemerolehan termasuk belajar implisit, belajar informal dan belajar alamiah. Dalam bahasa nonteknis sering disebut pemerolehan "memunggut"bahasa.
  2. Cara kedua dalam pengembangan bahasa kedua adalah dengan belajar bahasa, yang mengacu pada pengetahuan yang sadar terhadap bahasa kedua, mengetahui kaidah-kaidah, menyadari kaidah-kaidah dan mampu berbicara mengenai kaidah-kaidah itu yang oleh umum dikenal dengan tata bahasa. Beberapa sinonim mencakup pengetahuan formal mengenai suatu bahasa atau belajar eksplisit.
Beberapa pakar teori belajar bahasa kedua beranggapan bahwa anak-anak memperoleh bahasa, sedangkan orang dewasa hanya dapat mempelajarinya. Akan tetapi hipotesis pemerolehan-belajar menuntut orang-orang dewasa juga memperoleh, bahwa kemampuan memungut bahasa tidaklah hilang pada masa puber. Hipotesa diatas dapat menjelaskan perbedaan pemerolehan dan belajar bahasa, Krashen dan Terrel (1983, dalam Akhadiah, dkk,1997:2.3) menegaskan perbedaan keduanya dalam lima hal:
  1. Pemerolehan memiliki ciri-ciri yang sama dengan pemerolehan bahasa pertama seorang anak penutur asli sedangkan belajar bahasa adalah pengetahuan secara formal.
  2. Pemerolehan dilakukan secara bawah sadar sedangkan pembelajaran adalah proses sadar dan disengaja.
  3. Pemerolehan seorang anak atau pelajar bahasa kedua belajar seperti memungut bahasa kedua sedangkan dalam pembelajaran seorang pelajar bahasa kedua mengetahui bahasa kedua.
  4. Dalam pemerolehan pengetahuan didapat secara implisit sedangkan dalam pembelajaran pengetahuan didapat secara eksplisit
  5. Pemerolehan pengajaran secara formal tidak membantu kemampuan anak sedangkan dalam pembelajaran pengajaran secara formal hal itu menolong sekali.
Dalam pemerolehan bahasa pertama atau bahasa kedua ada landasan teoritis atau pandangan terhadap pemerolehan bahasa yaitu pertama, pandangan nativistis, pandangan ini diwakili oleh Noam Chomsky. Menurut pandangan ini bahasa hanya dapat dikuasai oleh manusia.Perilaku bahasa adalah sesuatu yang diturunkan. Hakikatnya, pola perkembangan bahasa adalah sama pada berbagai macam bahasa dan budaya (universal). Kedua, pandangan behavioritis yang diwakili oleh B.F. Skinner. Kaum behavioritis menganggap bahasa sebagai suatu yang kompleks di antara prilaku-prilaku lain. Dalam hal ini mereka menggunakan istilah "prilaku verbal". Kemampuan berbicara dan memahami bahasa diperoleh melalui rangsangan lingkungan. Perkembangan perilaku verbal (yaitu bahasa) terutama ditentukan oleh lamanya latihan yang disodorkan lingkungannya. Menurut pandangan Skinner (1969), anak dapat menguasai bahasa melalui peniruan. Ketiga, pandangan kognitif dalam hal ini diwakili oleh Jean Peaget. Bagi kognitif bahasa bukan ciri alamiah yang terpisah melainkan satu diantara beberapa kemampuan yang berasal dari pematangan kognitif. Peaget juga beranggapanbahwa lingkungan tidak besar pengaruhnya terhadap perkembangan intelektual anak, yang penting adalah interaksi anak dengan lingkungannya.
Selain ketiga pandangan itu, masih ada pandangan lain yang dikemukakan oleh Krashen dan Terrel (Akhadiah,dkk,1997:2.5) yang memmbagai dua cara pemerolehan bahasa kedua yaitu:
  1. Pemerolehan bahasa kedua secara terpimpin
    Di dalam pemerolehan bahasa kedua secara terpimpin berarti pemerolehan bahasa kedua yang diajarkan kepada pelajar dengan menyajikan materi yang sudah dipahami. Ciri-ciri pemerolehan bahasa kedua secara terpimpin,(1) materi tergantung kriteria yang ditentukan oleh guru, (2)Strategi yang dipakai oleh seorang guru juga sesuai dengan apa yang dianggap paling cocok untuk siswanya. Dalam pemerolehan bahasa secara terpimpin, apabila penyajian materi dan metode yang digunakan dalam belajar teppat dan efekktif maka ini akan berhasil dan menguntungkan pelajar dalam pemerolehan bahasa keduanya. Namun, sering ada ketidakwajaran dalam penyajian materi terpimpin ini, misalnya penghafalan pola-pola kalimat tanpa pemberian latihan-latihan bagaimana penerapan itu dalam komunikasi.
  2. Pemerolehan bahasa kedua secara alamiah
    Pemerolehan bahasa kedua secara alamiah atau secara spontan adalah pemeroleh bahasa kedua yang terjadi dalam komunikasi sehari-hari, bebas dari pengajaran atau pimpinan guru. Pemerolehan bahasa seperti ini tidak ada keseragaman karena setiap individu memperoleh bahasa kedua dengan caranya sendiri. Yang paling penting dalam cara ini adalah interaksi dan komunikasi yang mendorong pemerolehan bahasa kedua. Ciri-ciri pemerolehan bahasa kedua secara alamiah adalah (1) yang terjadi dalam komunikasi sehari-hari,(2) bebas dari pimpinan sistematis yang disenggaja.

IV. Pemerolehan Bahasa Kedua dan Bilinguaisme

Bilingualisme adalah istilah yang erat kaitannya dengan pemerolehan bahasa kedua. Seperti kata Diebold dalam Chaer dan Agustina (2004) menyatakan bahawa bilingualisme pada tingkat awal atau disebut incipient bilingualism adalah bilingualisme yang dialami oleh orang-orang, atau lebih spesifiknya anak-anak, yang sedang mempelajari bahasa kedua pada tahap awal. Selanjutnya bilingalisme itu sendiri adalah rentangan bertahap yang dimulai dari menguasai bahasa pertama (B1) ditambah mengetahui sedikit akan bahasa kedua(B2), lalu penguasaan bahasa kedua (B2) meningkat secara bertahap, sampai pada akhirnya menguasai bahasa kedua sama (B2) sama baiknya dengan bahasa pertama (B1).
Istilah lain yang setara dengan bilingualisme adalah kedwibahsaan. Istilah ini digunakan oleh Tarigan,yang berarti orang yang dapat berbicara dengan lancar secara bergantian dalam dua bahasa atau lebih. Tarigan dalam (2009:5) mengkasifikasikan kedwibahasaan dengan berbagai cara, berdasarkan beberapa sudut pandang, beberapa diantaranya antara lain:

a. Berdasarkan hipotesis ambang
Hipotesis ini dikemukakan oleh Cummins (1976) dapat dibedakan:
  1. Kedwibahasaan subtraktif (subtractive bilingualism)
    Apabila bahasa asli seseorang anak yang minoritas digantikan sampai taraf tertentu oleh bahasa mayoritas, maka hal ini mengandung efek subtraktif (akibat pengurangan) pada seorang anak (Grittner [ed],1980:125). Dengan kata lain dalam kdwibahasaan subtraktif , yang menghilangkan atau mengembangkan kecakapan yang terbatas saja pada bahasa pertama (B1), mungkin saja mengakibatkan defisiensi (kekurangan) kognitif pada bahasa kedua (B2).
  2. Kedwibahasaan aditif (additive bilingualism)
    Dalam kedwibahasaan aditif, yang merupakan wadah bahasa pertama (B1) seseorang anak merupakan bahasa mayoritas atau dominan dalam kebudayaan, maka pemakaian dan pemerolehan sesuatu bahasa kedua (B2) merupakan suatu prestasi tambahan bagi seorang anak dan belajar kognitifnya pun menjadi lebih jelas (Grittner[ed], 1980:126).

b. Berdasarkan tahap usia pemrolehan
Berdasarkan tahapan usia seseorang memperoleh bahasa kedua (B2) yang membuatnya menjadi seorang dwibahasawan, maka dapat dibedakan empat jenis kedwibahasaan, yaitu:
  1. Kedwibahasaan masa kecil (infant bilingualism)
    Dalam kedwibahasaan masa kecil yang ditekankan adalah bahwa kenyataan seorang bayi bergerak atau beranjak dari yang "tidak bisa berbicara sama sekali" menuju ke "berbicara dua bahasa". Di antara keluarga-keluarga yang pernah diobservasi dan diwawancarai oleh para ahli, justru hal ini merupakan salah satu yang paling umum dan tipe kedwibahasaan yang paling berhasil (Harding&Riley, 1986:40).
  2. Kedwibahasaan masa kanak-kanak (Child bilingualism)
    Secara definisi, mencakup pemerolehan suksesif dua bahasa. Selama penyebab paling umum pemerolehan suksesif ini adalah perpindahan keluarga ke daerah atau negara lain, maka hal itu seringkali mempunyai hubungan erat dengan masa sulit adaptasi atau penyesuaian dalam kehidupan seorang anak dan jelas sekali ini juga mencakup belajar bahasa tersebut.
  3. Kedwibahasaan masa remaja (adolesence bilungalism) adalah suatu istilah yang dipakai mengacu kepada orang-orang yang menjadi dwibahasawan "setelah masa pubertas".
  4. Kedwibahasaan masa dewasa (adult bilingualism)
    Itilah ini mengacu kepada orang-orang yang menjadi dwibahasawan setelah usia mereka belasan tahun.
c. Berdasarkan usia belajar bahasa kedua (B2)
Ditinjau dari segi usia seseorang belajar bahasa kedua, maka dapat dibedakan:
  1. Kedwibahasaan serentak (simultaneous bilingualism)
    Dalam kedwibahasaan serentak ini para pemeroleh atau seorang anak mempelajari bahasa pertama dan bahasa kedua secara serentak; hampir dikatakan tidak ada jarak antara pemerolehan bahasa pertama dan pemerolehan bahasa kedua. Hal ini dilakukan pada masa kecil atau pada masa anak-anak, sehingga biasa juga disebut kedwibahasaan awal atau kedwibahasaan dini. Contohnya, sebelum usia tiga tahun, jalur perkembangannya dengan anak monolingual memperoleh bahasa. Tetapi ada beberapa ketidaksetujuan dalam literatur tentang hasil emampuan bilingual yang lebih rendah dalam perkembangan kosakata, dibandingkan dengan anak yang mempelajari bahasa tunggal. Ketika anak memeroleh dua bahasa dan menjadi bilingual, salah satu bahasa mendominasi yang lainnya. Ini adalah hal yang normal. Hal yang jarang terjadi ketika dua bahasa menjadi seimbang di dalam perkembangannya.
  2. Kedwibahasaan berurutan (Sequential bilingualism)
    Dalam kedwibahasaan berurutan jelas terlihat jarak antara pemerolehan bahasa pertama dan pemerolehan bahasa kedua. Seorang pemeroleh atau seorang dwibahasawan mula-mula belajar atau memperoleh bahasa pertama (B1), baru kemudian disusul dengan bahasa kedua (B2). Pada perkembangan ini , dasar-dasar bahasa pertama telah dikuasai, namun selanjutnya mereka harus mempelajari tata bahasa, perbendaharaan kata, dan sintaksis yang spesifik dari sebuah bahasa yang baru. Dalam harl ini nampak urutan yang nyata dalam pemerolehan bahasa.

V. Perbedaan Cara Pemerolehan Bahasa Pertama Dengan Cara Pemerolehan Bahasa Kedua.

Dari berbagai pandangan dan cara yang diterapkan dalam pemerolehan bahasa kedua, dapat terlihat tidak ada cara yang mudah untuk menjelaskan mengapa seseorang dapat dengan mudah menguasai bahasa kedua dan mengapa yang lain tidak. Pemerolehan bahasa kedua dipengaruhi oleh latar belakang usia, pendidikan, sosial, identitas individual, kepribadian, motivasi dan hal lainya.

Secara umum, proses pemerolehan bahasa kedua lebih mengacu pada mengajar-belajar bahasa asing atau bahasa lainnya. Di antara sekian banyak faktor yang dapat kita temui di dalam kelas ada tiga faktor penting dan mendasar, yaitu:
  1. Faktor orang
    Terkandung makna bahwa hal ini merupakan proses sosila belajar yang utama. pemerolehan bahasa kedua terjadi dalam hubungan antarpribadi, anatara guru dan sekelompok siswa, dan juga hubungan siswa itu sendiri
  2. Faktor interaksi dinamis
    Berarti orang-orang yang dilahirkan dan tumbuh dalam bahasa asing atau bahasa kedua. Hubungan mereka akan berubah kalau mereka berkembang dalam bahasa. "Interaksi dinamis" berarti bahwa guru memberikan atau menyediakan pengalaman-pengalaman belajar yang bermanfaat yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan para siswa dalam berbagai tahap perkembangan mereka. .
  3. Faktor responsi
    Yaitu belajar bahasa juga merupakan responsi oleh para siswa (lavorge,1980:vii-viii)
Dalam sebuah blog dinyatakan bahwa ada tiga komponen yang menentukan proses pemerolehan bahasa kedua yaitu prospebsity (kecenderungan), languange faculty (kemampuan berbahasa), dan acsess (jalan masuk) ke bahasa. Dan dalm sebuah hipotesi pun terdapat susunan yang agak stabil mengenai pemerolehan struktur dalam pemerolehan bahasa,yaitu seseorang dapat melihat kesamaan-kesamaan yang jelas antara sesama pemeroleh, seperti struktur-struktur mana yang diperoleh mula-mula dan mana pula yang diperoleh kemudian (Brown,1973;Dullay&Burt,1975;Akhadiah,dkk,1997:2.7).
Lalu, yang dapat ditemui tentang perbedaan pemerolehan bahasa pertama dan kedua adalah:
  1. Pengusaan kemampuan bahasa
    Dalam pemerolehan bahasa pertama, penguasaan kemampuan berbahasa berlaku secara bertahap. Contohnya; mulai dari mengeluarkan bunyi, kemudian mencantumkan unit bunyi atau silabi, menjadi kata, setelah itu menjadi kata dalam berupa ungkapan atau kalimat. Sedangkan dalam pemerolehan bahasa kedua adalah merupakan peoses yang mekanis yang membentuk sikap baru yaitu kemampuan berbahasa yang baru melalui memungut bahasa dan latihan-latihan yang diberikan untuk membentuk kebiasaan berbahasa melalui belajar bahasa.
  2. Penguasaan aspek bahasa
    Dalam pemerolehan bahasa pertama setiap kemampuan berbahasa dapat dikuasai dengan cara yang perlahan. Cara ini memperlihatkan bahwa beberapa aspek bahasa dapat dikuasai secara sekaligus, contohnya bahasa mememiliki tataran dan aturan, semuanya itu dapat dikuasai secara serentak oleh anak-anak umpamanya bunyi, kata, makna, dan penggunaanya dalam kalimat sekaligus. Sedangkan dalam pemerolehan bahasa kedua, penguasaan kemampuan bahasa kedua melalui tahapan-tahapan yang tidak bida sekaligus yakni dimulai dengan kemampuan menyimak atau mendengar, kemudian berbicara, membaca, dan menulis.
  3. Penggunaan bahasa
    Dalam pemerolehan bahasa pertama, seorang anak memperoleh bahasa tanpa mengkaji tata bahasa untuk menggunakan dan menguasai bahasa tersebut. Sementara dalam pemerolehan bahasa kedua, seseorang anak akan ada pada tahapan belajara bahasa untuk menyempurnakan pemerolehan bahasa kedua memlalui latihan-latihan dan belajar mengenai kaidah-kaidah atau tata bahasa tersebut.
  4. Pelaku dalam pemerolehan bahasa
    Dalam pemerolehan bahasa pertama atau yang dikenal dengan bahasa ibu, bahasa diperoleh melalui interaksi ibu dan anak serta anggota keluarga atau kelompok. Sedangkan dalam pemerolehan bahasa kedua terjadi diperoleh dalam lingkungan sosial yang lebih besar atau kelompok baru diluar keluarga atau kelompok lainnya, memalau memunggut dan belajar bahasa.
  5. Cara pemerolehan
    Dalam pemerolehan bahasa pertama melalui proses yang tidak forma, sedangkan pemerolehan bahasa kedua melalui cara alamiah dan cara formal.
  6. Fungsi pemerolehan bahasa
    Dalam pemerolehan bahasa pertama berfungsi sebagai pemerolehan bahasa untuk tujuan berkomunikasi seeorang atau anak dengan ibu, keluarga atau kelompok kecil terdekatnya, dan juga sebagai kemampuan anak untuk menciptakan identitas budaya yang kuat. Sedangkan pemerolehan bahasa kedua biasanya berfungsi sebagai alat komunikasi umum, untuk menyesuaikan diri terhadap lingkuangan dan tujuan tertentu, seperti ilmu pengetahuan, pendidikan, sosial, dan ekonomi.
Demikianlah pembahasan mengenai proses pemerolehan bahasa kedua, yang dimulai dari pengertian, cara, dan juga istilah-istilah yang terkait didalamnya serta perbedaan dalam pemerolehan bahasa pertama dan pemerolehan bahasa kedua.




VI. Simpulan

Pemerolehan bahasa kedua merupakan proses atau tahapan untuk memperoleh dan belajar bahasa baru setelah menguasai bahasa pertama atau bahasa ibu dengan tujuan tertentu sehingga dapat menguasai bahasa kedua sebaik bahasa pertamanya. Ada berbagai cara dan pandangan dalam proses pemerolehan bahasa kedua yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
  1. Bagi sebagian besar anak Indonesia , bahasa Indonesia bukanlah bahasa pertama mereka melainkan bahasa kedua atau ketiga.
  2. Penguasaan bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua dapat terjadi melalui proses pemerolehan atau proses belajar.
  3. Proses pemerolehan terjadi secara alamiah, tanpa sadar, melalui interaksi tidak formal dengan orang tua dan atau teman sebaya tanpa bimbingan
  4. Proses belajar terjadi secara formal, disengaja, melalui interaksi edukatif, ada bimbingan dan dilakukan dengan sadar.
  5. Bahasa pertama dan bahasa kedua didapat bersama-sama atau dalam waktu yang berbeda.
  6. Bahasa kedua dapat diperoleh dilingkungan bahasa pertama dan lingkungan bahasa kedua.











DAFTAR PUSTAKA

Akhadiah,S.,dkk.1997.Teori Belajar Bahasa.Jakarta:Universitas Terbuka
Chaer, Abduld & Agustina, Leonie.2004. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal.Jakarta: Rineka Cipta.
Darjowidjojo, Soejono.2008.Psikolinguistik:Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia .
Deswita.2007.Psikologi Perkembangan.Bandung: Remaja Rosdakarya.
Ghazali, A.Syukur.2010.Pembelajaran Keterampilan Berbahasa.Bandung: Refika Aditama.
Tarigan.2009.Pengajaran Kedwibahasaan.Bandung: Angkasa .
http://pakdesofa.wordpress.com/ diakses tanggal 10 Oktober 2011.
http://abdiplizz.wordpress.com/2011/03/04/pemerolehan bahasa kedua/ diakses tanggal 10 Oktober 2011.
http://panglimaw1.blogspot .com/2011/03/proses pemerolehan bahasa dan htm/ diakses tanggal 10 Oktober 2011.
http://putriaida.worpress.com/2010/05/14/pemerolehan-bahasa kedua/ di akses tanggal 10 Oktober 2011.