Berbanggalah
dengan Bahasa Indonesia
Ternyata bukan hanya saya yang
memperhatikan bahwa ketika berbicara dalam acara yang selenggarakan
oleh KADIN dan disiarkan secara luas oleh berbagai stasiun televisi,
presiden SBY banyak sekali menggunakan kata-kata, ungkapan, dan
kalimat bahasa inggris. Dalam acara " apa kabar indonesia malam
" ( TV-One) yang muncul sehari sesudahnya, ada yang menyinggung
soal itu tetapi dijawab oleh ketua partai Demokrat dengan kata-kata,
" tetapi karena beliau berbicara di forum KADIN niscaya para
anggota KADIN yang hadir dapat mengerti apa yang dikatakannya."
Tapi masalahnya bukan dapat
dimengerti atau tidak oleh hadirin. bangsa indonesia yang sejak
sumpah pemuda yang berikrar mengakui dan menjunjung bahasa indonesia
sebagai bahasa persatuan dan pada waktu mendirikan negara RI UUD-nya
dengan jelas mencantumkan dalam salah sebuah pasalnya bahwa bahasa
indonesia adalah bahasa negara, tidaklah pada tempatnya punya
presiden yang berbicara dengan sebentar-sebentar diselingi atau
dicampur dengan bahasa inggris, seakan-akan bahasa indonesia tidak
cukup mampu atau tidak cukup terhormat untuk menyampaikan perasaan
dan pikirannya.
Bung Karno dan Bung Hatta yang
boleh dikatakan berbahasa ibu bahasa belanda dan menguasai bahasa
inggris lebih baik dari pasa SBY, dan dilingkungan teman dekatnya
lebih banyak berbahasa belanda, kalau berbicara di forum resmi tetap
menjaga hanya berbicara dalam bahasa indonesia. hanya istilah-istilah
yang belum ada padanannya dalam bahasa indonesia yang mereka ucapkan
dalam bahasa belanda ( atau inggris ). mereka tidak pernah merasa
perlu untuk antar sebentar menyelipkan kata, ungkapan atau kalimat
bahasa belanda atau inggris. hal itu menunjukkan rasa bangga dan rasa
hormat mereka terhadap bahasa nasional bahasa negaranya. sebagai
presiden dan wakil presiden keduanya sadar bahwa kebiasaan mereka
akan menjadi perhatian dan tidak mustahil diikuti oleh rakyat banyak.
Mereka menghormati dan menjunjung
bahasa nasionalnya. dan mereka menjaga kehormatan itu kalau mereka
berbicara di depan forum resmi. mereka tidak mempunyai rasa rendah
diri berbicara dengan bahasa nasionalnya, bahkan mereka melakukannya
dengan penuh perasaan bangga. mereka tidak merasa takut dianggap
bodoh tidak pandai berbahasa asing, karena itu jika bercakap-cakap
dalam forum resmi merasa tidak perlu menyelipkan kata-kata dan
ungkapan bahasa asing.
Mereka membuktikan bahwa bahasa
nasionalnya, bahasa indonesia, dapat memenuhi kebutuhan mereka dalam
mengemukakan perasaan dan pikiran yang betapa rumitnya sekali pun.
karena itu mereka tidak merasa perlu untuk bergenit-genit
beringgris-ria atau berbelanda-ria. mereka tidak ingin dianggap
intelektual hanya dengan menggunakan kata-kata atau ungkapan-ungkapan
bahasa asing yang seperti sekarang menjadi kecendrungan kaum elit
indonesia.
Kalau presiden saja suka
beringgris-ria dalam forum resmi yang disiarkan ke seluruh tanah air,
niscaya para bawahan dan orang banyak akan mengikutinya dengan
sukaria. sekarang pun beringgris-ria sedang menjadi mode yang kian
merebak dalam masyarakat. hal itu dengan mudah kita saksikan kalau
mendengar mereka berbicara di depan forum resmi, atau dalam acara
khusus yang diselenggarakan oleh salah satu stasiun televisi, atau
kalau sedang diwawancarai. kebiasaan itu seakan-akan hendak
menunjukkan bahwa mereka lebih fasih berbahasa inggris dari pada
berbahasa indonesia walaupun lafalnya menyatakan sebaliknya. mereka
beringgris-ria hanyalah bergaya, menunjukkan rasa rendah diri mereka
dan bahwa mereka tidak berbangga dengan bahasa indonesia.
Padahal bahasa indonesia dalam
perkembanganya selama lebih kurang tiga perempat abad menunjukkan
pencapaian yang luar biasa. bahasa indonesia terbukti mampu untuk
digunakan buat mengungkapkan perasaan yang sehalus-halusnya dan
seindah-indahnya seperti nampak dalam karya-karya sastranya. bahasa
indonesia juga terbukti mampu digunakan untuk menuliskan
pikiran-pikiran yang betapun rumitnya seperti nampak dalam
karya-karya ilmiah dan falsafah yang ditulis di dalamnya.
Pada ketika negara RI baru
didirikan, yaitu pada awal tahun 1950-an, banyak bangsa lain yang
menyatakan kekagumannya terhadap kita karena dua hal. pertama, karena
berbeda dengan negara-negara yang baru merdeka lainnya, RI merebut
kemerdekaan itu dengan perjuangan fisik dan diplomasi yang cukup
seru, sehingga melibatkan PBB dan negara-negara maju. kedua, karena
RI sejak awal sudah mempunyai satu bahasa nasional, yaitu bahasa
indonesia. sementara itu negara-negara tetangga kita seperti
filipina, india, bahkan Persekutuan Tanah Melayu( yang kemudian
menjadi Malaysia dan Singapura ) tidak dapat menetapkan satu bahasa
saja sebagai bahasa nasionalnya. mereka mempunyai beberapa bahasa ibu
atau bahasa daerah yang bersama-sama dengan bahasa penjajah mereka
(bahasa inggris) diresmikan sebagai bahasa nasionalnya. di india ada
enam belas macam bahasa resmi, di PTM ada empat bahasa resmi (
melayu. inggris, cina dan tamil ), sedang di filipina bahasa tagalog
didampingi oleh beberapa bahasa lain, termasuk inggris.
Tapi dalam kira-kira sepuluh
tahun terakhir ini bahasa indonesia sebagai bahasa nasional tidak
dihormati dan dibanggakan lagi oleh para pemiliknya sendiri, bangsa
indonesia, terutama mereka yang tinggal di kota-kota dan termasuk
atau merasa termasuk sebagai kaum elit yang diidentikkan dengan kaum
intelektual. mereka kalau berbicara baik dalam forum resmi apalagi
dalam forum bebas, suka sekali beringgris-ria dengan menyelipkan
kata-kata dengan ungkapan bahasa inggris. bahkan kata-kata yang sedah
menjadi khasanah bahasa indonesia yang dipinjam dari bahasa belanda
pun diucapkan secara inggris. iklan-iklan, baik dalam media cetak
maupun dalam media elektronik, demikian juga yang dipajang di
tempat-tempat umum atau di sepanjang jalan, banyak yang menggunakan
bahasa inggris yang niscaya menimbulkan tanda tanya, karena
sebenarnya bukankah itu aneh, mengingat bahwa sasaran iklan itu
adalah orang-orang indonesia yang kebanyakan tidak berbahasa inggris.
seharusnya akal waras para pembuat iklan itu sadar bahwa mendekati
dan merebut hati sasaran iklan itu paling tepat dengan menggunakan
bahasa akrab bagi mereka.
Terhadap kenyataan demikian dalam
masyarakat, yaitu kian dipojokkannya bahasa nasional, bahasa negara
yaitu bahasa indonesia, seharusnya presiden merasa sedih dan bukan
mendorongnya dengan dia sendiri beringgris-ria.
Sumber
: Rosidi, Ajip. 2010. Bahasa Indonesia Bahasa Kita. Jakarta : Pustaka
Jaya.