Senin, 26 Maret 2012

Tentang Bahasa 2


Berbanggalah dengan Bahasa Indonesia

Ternyata bukan hanya saya yang memperhatikan bahwa ketika berbicara dalam acara yang selenggarakan oleh KADIN dan disiarkan secara luas oleh berbagai stasiun televisi, presiden SBY banyak sekali menggunakan kata-kata, ungkapan, dan kalimat bahasa inggris. Dalam acara " apa kabar indonesia malam " ( TV-One) yang muncul sehari sesudahnya, ada yang menyinggung soal itu tetapi dijawab oleh ketua partai Demokrat dengan kata-kata, " tetapi karena beliau berbicara di forum KADIN niscaya para anggota KADIN yang hadir dapat mengerti apa yang dikatakannya."

Tapi masalahnya bukan dapat dimengerti atau tidak oleh hadirin. bangsa indonesia yang sejak sumpah pemuda yang berikrar mengakui dan menjunjung bahasa indonesia sebagai bahasa persatuan dan pada waktu mendirikan negara RI UUD-nya dengan jelas mencantumkan dalam salah sebuah pasalnya bahwa bahasa indonesia adalah bahasa negara, tidaklah pada tempatnya punya presiden yang berbicara dengan sebentar-sebentar diselingi atau dicampur dengan bahasa inggris, seakan-akan bahasa indonesia tidak cukup mampu atau tidak cukup terhormat untuk menyampaikan perasaan dan pikirannya.

Bung Karno dan Bung Hatta yang boleh dikatakan berbahasa ibu bahasa belanda dan menguasai bahasa inggris lebih baik dari pasa SBY, dan dilingkungan teman dekatnya lebih banyak berbahasa belanda, kalau berbicara di forum resmi tetap menjaga hanya berbicara dalam bahasa indonesia. hanya istilah-istilah yang belum ada padanannya dalam bahasa indonesia yang mereka ucapkan dalam bahasa belanda ( atau inggris ). mereka tidak pernah merasa perlu untuk antar sebentar menyelipkan kata, ungkapan atau kalimat bahasa belanda atau inggris. hal itu menunjukkan rasa bangga dan rasa hormat mereka terhadap bahasa nasional bahasa negaranya. sebagai presiden dan wakil presiden keduanya sadar bahwa kebiasaan mereka akan menjadi perhatian dan tidak mustahil diikuti oleh rakyat banyak.

Mereka menghormati dan menjunjung bahasa nasionalnya. dan mereka menjaga kehormatan itu kalau mereka berbicara di depan forum resmi. mereka tidak mempunyai rasa rendah diri berbicara dengan bahasa nasionalnya, bahkan mereka melakukannya dengan penuh perasaan bangga. mereka tidak merasa takut dianggap bodoh tidak pandai berbahasa asing, karena itu jika bercakap-cakap dalam forum resmi merasa tidak perlu menyelipkan kata-kata dan ungkapan bahasa asing.





Mereka membuktikan bahwa bahasa nasionalnya, bahasa indonesia, dapat memenuhi kebutuhan mereka dalam mengemukakan perasaan dan pikiran yang betapa rumitnya sekali pun. karena itu mereka tidak merasa perlu untuk bergenit-genit beringgris-ria atau berbelanda-ria. mereka tidak ingin dianggap intelektual hanya dengan menggunakan kata-kata atau ungkapan-ungkapan bahasa asing yang seperti sekarang menjadi kecendrungan kaum elit indonesia.

Kalau presiden saja suka beringgris-ria dalam forum resmi yang disiarkan ke seluruh tanah air, niscaya para bawahan dan orang banyak akan mengikutinya dengan sukaria. sekarang pun beringgris-ria sedang menjadi mode yang kian merebak dalam masyarakat. hal itu dengan mudah kita saksikan kalau mendengar mereka berbicara di depan forum resmi, atau dalam acara khusus yang diselenggarakan oleh salah satu stasiun televisi, atau kalau sedang diwawancarai. kebiasaan itu seakan-akan hendak menunjukkan bahwa mereka lebih fasih berbahasa inggris dari pada berbahasa indonesia walaupun lafalnya menyatakan sebaliknya. mereka beringgris-ria hanyalah bergaya, menunjukkan rasa rendah diri mereka dan bahwa mereka tidak berbangga dengan bahasa indonesia.

Padahal bahasa indonesia dalam perkembanganya selama lebih kurang tiga perempat abad menunjukkan pencapaian yang luar biasa. bahasa indonesia terbukti mampu untuk digunakan buat mengungkapkan perasaan yang sehalus-halusnya dan seindah-indahnya seperti nampak dalam karya-karya sastranya. bahasa indonesia juga terbukti mampu digunakan untuk menuliskan pikiran-pikiran yang betapun rumitnya seperti nampak dalam karya-karya ilmiah dan falsafah yang ditulis di dalamnya.

Pada ketika negara RI baru didirikan, yaitu pada awal tahun 1950-an, banyak bangsa lain yang menyatakan kekagumannya terhadap kita karena dua hal. pertama, karena berbeda dengan negara-negara yang baru merdeka lainnya, RI merebut kemerdekaan itu dengan perjuangan fisik dan diplomasi yang cukup seru, sehingga melibatkan PBB dan negara-negara maju. kedua, karena RI sejak awal sudah mempunyai satu bahasa nasional, yaitu bahasa indonesia. sementara itu negara-negara tetangga kita seperti filipina, india, bahkan Persekutuan Tanah Melayu( yang kemudian menjadi Malaysia dan Singapura ) tidak dapat menetapkan satu bahasa saja sebagai bahasa nasionalnya. mereka mempunyai beberapa bahasa ibu atau bahasa daerah yang bersama-sama dengan bahasa penjajah mereka (bahasa inggris) diresmikan sebagai bahasa nasionalnya. di india ada enam belas macam bahasa resmi, di PTM ada empat bahasa resmi ( melayu. inggris, cina dan tamil ), sedang di filipina bahasa tagalog didampingi oleh beberapa bahasa lain, termasuk inggris.





Tapi dalam kira-kira sepuluh tahun terakhir ini bahasa indonesia sebagai bahasa nasional tidak dihormati dan dibanggakan lagi oleh para pemiliknya sendiri, bangsa indonesia, terutama mereka yang tinggal di kota-kota dan termasuk atau merasa termasuk sebagai kaum elit yang diidentikkan dengan kaum intelektual. mereka kalau berbicara baik dalam forum resmi apalagi dalam forum bebas, suka sekali beringgris-ria dengan menyelipkan kata-kata dengan ungkapan bahasa inggris. bahkan kata-kata yang sedah menjadi khasanah bahasa indonesia yang dipinjam dari bahasa belanda pun diucapkan secara inggris. iklan-iklan, baik dalam media cetak maupun dalam media elektronik, demikian juga yang dipajang di tempat-tempat umum atau di sepanjang jalan, banyak yang menggunakan bahasa inggris yang niscaya menimbulkan tanda tanya, karena sebenarnya bukankah itu aneh, mengingat bahwa sasaran iklan itu adalah orang-orang indonesia yang kebanyakan tidak berbahasa inggris. seharusnya akal waras para pembuat iklan itu sadar bahwa mendekati dan merebut hati sasaran iklan itu paling tepat dengan menggunakan bahasa akrab bagi mereka.
Terhadap kenyataan demikian dalam masyarakat, yaitu kian dipojokkannya bahasa nasional, bahasa negara yaitu bahasa indonesia, seharusnya presiden merasa sedih dan bukan mendorongnya dengan dia sendiri beringgris-ria.

Sumber : Rosidi, Ajip. 2010. Bahasa Indonesia Bahasa Kita. Jakarta : Pustaka Jaya.

Tentang Bahasa 1


Bebas dari Penjajahan Bahasa Belanda,
Masuk ke Dalam
penjajahan Bahasa Amerika

oleh Taufiq Ismail


Saya duduk dua jam di layar kaca,
Saya catat teks judul, kata-kata iklan, dan tuturan dalam acara televisi,
waktu itu tahun yang lalu di malam hari,
dan inilah lima belas diantaranya.

Pertama-tama Top Nine News.
Siapa yang memirsa berita jam 9 malam ini?
Orang California? Penduduk kota Sidyney? Orang Skotlandia?
Kok pakai bahasa Amerika?
'Kan bisa memakai judul Sembilan Berita Penting.

Kedua Top Picture. Apa susahnya memakai istilah Gambar Utama?
Kalau pakai bahasa sendiri memang kurang bergensi, kurang berwibawa.


Lalu iklan merk mobil. Discover More. Siapa yang menonton iklan ini?
Barangkali untuk memancing pembeli mobil dari Melbourne, Birmingham.
Mereka tentu tak paham kata-kata kita Temukan Keistemewaan
Lebih Banyak.

Live Your Passion. Ini iklan obat untuk merangsang syahwat.
Mungkin ini untuk menjerat pembeli dari Johanessurg atau Welington.
Pasti mereka tak mengerti Nikmati Gairah Anda.

Economic Challenges
Asyik betul saluran televisi yang satu ini
memajukan bahasa Nyonya Margaret Thatcher
kurang gagah kan, kalau dipakai ungkapan Tantangan Ekonomi?

The Election Channel.
Apa itu laporan pilkada di Chicago, di RT/RW kampung Barack Obama sana?
Memang, kalau pakai bahasa Paman Sam, berkurang rasa udik dan minder kita.

BPK Riview
Apa pentingnya hasil kerja pemeriksa keuangan ini untuk pemirsa New Orleans?
Apa di New Orleans, Liverpool, dan Capetown, ada yang mengikuti acara ini?

Tujuan dan Scope Pmeriksaan.
Memang kurang gagah kalau judul diganti menjadi Tujuan dan Lingkup Pemeriksaan.
Rasanya jadi lebih gagah dan terpelajar kalau pakai bahasa Amerika.

Sales and Marketing
Apa urgesinya memakai istilah ekonomi elementer ini dalam bahasa Adam Smith?
Supaya kelihatan hebat, berilmu, tidak ketinggalan dan bergengsi tinggi.

Live Report
Mungkin program ini urgen untuk imigran kulit putih di Johannesburg
atau imigran kulit hitam di Lousiana
yang menonton acara Laporan Langsung, ini?

Headline News
Dari 100 juta pemirsa layar kaca ini,
beberapa ratus ribu atau berapa juta pemirsa rakyat Ratu Elizabeth di tivi ini,
berapa ratus ribu atau berapa juta pemirsa rakyat Obama di tivi ini?
Kalau judul diganti dengan Berita-berita Utama apa mereka kecewa?

Flashbacks
Apa susahnya memakai istilah Kilas Balik?
Rupanya memang susah
Karena Bahasa Amerika bahasa yang hebat menjajah.

Fit and Proper Test
Menonton layar kaca ini seperti kita dipaksa
mengikuti kursus bahasa bangsa Goerge W. Bush saja
Rasanya lebih layak dan patut dipakai istilah Uji Kelayakan dan Kepatutan.

Be Smart Be Informed
Dalam bahasa kita memang agak panjang jadinya;
Jadilah Pemirsa Cerdas, Jadilah Pemirsa Kaya Informasi

Yang kelima belas, Save Our Nation.
Kalau dari sudut pandang bahasa ini, maka yang diselamatkan adalah
bangsa Amerika, bangsa Ingris, bangsa Canada, bangsa New Zealand, dan bangsa-bangsa yang memakai bahasa ini,bukan bangsa Indonesia.

Kenapa tidak pakai ungkapan Selamatkan Bangsa kita?
Dan satu lagi selamatkan Bahasa kita?
yang langsung dimaksudkan pasti bangsa kita, bangsa Indonesia

Sesudah lama dijajah bahasa Belanda, akhirnya kita merdeka dari penjajahan itu
kiranya sekarang kita dijajag Bahasa Amerika
Kelihatannya akan sangat lama kita dijajah begini
Silau, minder, tebungkuk-bungkuk, rendah diri
Waktu dijajah Bahasa Belanda dulu tidak segawat ini
dan memang waktu itu belum ada saluran televisi.

Apakah perlu televisi Indonesia ikut membina kesadaran berbahasa Indonesia pada pemirsanya?
tentu perlu. tapi sstruktur ekonomi kapitalistik yang mendasari industri ini,
dan orientasi rating yang jadi rujukan utamanya, maka kesadaran berbahasa ternyata bukan urusan telivisi. Kesdaran berbahasa, modal utama rasa kebangsaan, bukan urusan televisi
mencari sebanyak-banyaknya laba itulah urusan televisi.


Sumber: Horison-XLV/12/2010
Halaman 2-4

Sabtu, 17 Maret 2012

Artikel 1


MENULIS KARYA ILMIAH
ANTARA TUNTUTAN DAN KETERBATASAN
oleh Yessy Hermawati


Menulis merupakan kegiatan yang tak terpisahkan bagi semua orang. Keterampilan menulis adalah tuntutan bagi setiap orang untuk dikuasai, terutama bagi mereka yang bergerak di dunia akademik. Setiap jenjang pendidikan melibatkan keterampilan menulis, dan bahkan setiap jenjang pendidikan menguji peserta didiknya melalui keterampilan menulis.
Tuntutan menulis di setiap jenjang pendidikan sudah ada sejak dulu. Namun, tetap sampai saat ini kemampuan menulis para peserta didik dan akademisi masih rendah. Hal ini dapat dibuktikan dengan maraknya plagiarisme yang terjadi di semua lapisan pendidikan.
Pada saat Direktur Jendral Pendidikan Tinggi yang beberapa waktu lalu mengeluarkan surat edaran Nomor 152/E/T/2012 yang isinya mewajibkan mahasiswa S-1, S-2, dan S-3 untuk membuat karya tulis ilmiah sebagai syarat kelulusan. Maka, tak berapa lama setelah itu muncul pemberitaan di media massa tentang kasus plagiarisme . Berita pertama yang muncul tentang dugaan plagiarisme yang dilakukan oleh tiga calon guru besar Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) sebagaimana yang diberitakan Pikiran Rakyat (kamis, 1/3/2012). Setelah itu baik koran maupun media televisi mulai marak membicarakan surat edaran DIKTI dan kontroversi plagiarisme yang terjadi. Ini merupakan bukti bahwa menulis karya ilmiah dihadapkan pada tuntutan dan keterbatasan.
Plagiarisme atau penjiplakan muncul disebabkan oleh rendahnya keterampilan menulis dikalangan peserta didik dan akadimisi. Selain itu, plagiarisme pun tumbuh subur karena kurangnya minat membaca serta lemahnya karakter kita. Kejujuran tergusur oleh budaya instant dan praktis.
Bahkan pada 3 Maret 2012 lalu Pikiran Rakyat kembali memberitakan tentang plagiarisme:”20 PTN Langgar Norma Akademik”.Setelah itu selama seminggu di Pikiran Rakyat selalu ada pembahasan tentang plagiarisme.Kasus plagiarisme dapat kita analogikan sebagai fenomena gunung es. Kasus yang tersiar saat ini hanyalah puncaknya saja. Jika kita mau jujur dan membuka mata masih banyak kasus plagiarisme yang terjadi bahkan mungkin berada dekat dengan kita.
Sudah saatnya para peserta didik dan akamedisi bersikap. Janganlah lagi tenggelam dalam gelombang plagiarisme ini. Ada baiknya keterbatasan kita dalam menulis dan menyampaikan pemikiran ilmiah kita secara tertulis dibenahi. Bapak Djoko Santoso menyatakan sumbat peluang plagiarisme (Pikiran Rakyat, 11 Maret 2012). Selait disumbat plagiarisme dan keterbatasan kita dalam dunia karya tulis ilmiah dapat diberikan penawar racunnya yaitu penanaman pemahan yang tinggi tentang menulis dan yang utama adalah selalu melatih keterampilan menulis serta menumbuhkan motivasi yang kuat untuk menulis bagi semua golongan. Tak ada jalan lain untuk menulis selain memulai menulis saat ini juga.
Sementara surat edaran DIKTI Nomor 152/E/T/2012 yang terus bergulir menjadi pro dan kontra di kalangan perguruan tinggi, mahasiswa hendaknaya menjadikan tuntutan yang menuntun mereka untuk menulis dan berkarya. Berapa pun keterbatasan yang dimiliki dengan tuntutan membuat karya ilmiah, mahasiswa akan dipacu mengeluarkan potensinya terutama dalam menulis karena semakin kita dituntutut dan ditekan dalam mencapai suatu tujuan dengan motivasi dan sikap positif maka potensi diri pun akan semakin maksimal eksistensinya. Siap atau tidak suatu saat, waktu yang bergulir akan mengantarkan kita kepada masa dimana menulis adalah harga mati yang harus dimilliki semua orang terutama yang berada dalam dunia akademik.
DAFTAR PUSTAKA
Holid, Anwar. 2010.Keep Your Hand Moving.Jakarta:PT.Gramedia.
Semi,M.ATar.2007.Dasar-Dasar Keterampilan Menulis.Bandung:Angkasa.
Zainurrahman.2011.Menulis:Dari Teori Hingga Praktik.Bandng:Alfabeta.
Sumbat Peluang Plagiarisme, Pikiran Rakyat 11 Maret 2012
Menyoal Plagiarisme di Perguruan Tinggi, Pikiran Rakyat 5 Maret 2012
Plagiarisme:20 PTN Langgar Norma Akademik, Pikiran Rakyat 3 Maret 2012

Rangkuman


Rangkuman makalah Sutarman dengan judul :

"Pengajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division (STAD) Bagi Peningkatan Kemampuan "

Hasil observasi dan pengalaman peneliti terhadap proses belajar mengajar bahasa Indonesia, menunjukan bahwa proses pembelajaran masih dikelola secara monoton dan konvensional. Hal ini pernah dikemukakan Hinduan (1999:1), yang menyatakan bahwa PBM yang banyak terjadi di sekolah-sekolah tetaplah merupakan pola tradisional, yaitu guru menerangkan, siswa mendengarkan dan mencatat, lalu latihan soal. Kurikulum terbaru tahun 2006 (KTSP) memberi peluang yang seluas-luasnya kepada guru untuk berkreasi ketika PBM berlangsung.
Guru dituntut untuk kreatif dan inovatif dalam melaksanankan PBM, apalagi proses belajar mengajar bahasa Indonesia dituntut untuk menghasilkan yang terampil berbahasa. Dalam draf Kurikulum 2006 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk SMP/MTs (hal.13), diuraikan bahwa tujuan mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia, salah satu diantaranya adalah sebagai sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam pemakaian bahasa Indonesia untuk berbagai keperluan (Depdiknas,2006). Orientasi akhir dari proses pembelajaran bahasa (Kurikulum 2006) mengarah pada penguasaan empat keterampilan berbahasa, yaitu (1) mendengarkan, (2) berbicara, (3) membaca, (4) menulis.
Dari keempat keterampilan berbahasa tersebut, menurut Alwasilah (2003), keterampilan menulislah yang sampai saat ini perkembangannya masih rendah. Hal ini tentu saja disebabkan oleh masih rendahnya minat dan kemauan menulis pada masyrakat kita.
Keterampilan menulis memang memiliki tingkat kompleksitas yang cukup tinggi. Kegiatan menulis baru dapat terlaksana setelah manusia "belajar" dahulu mengenai bahasa tertulis karena keterampilan ini berbeda dengan keterampilan menyimak dan berbicara yang dimiliki manusia normal sejak lahir. Dengan kata lain, menulis merupakan keterampilan berbahasa yang tidak sederhana (Syamsudin:1994:1).
Selain masalah kompleksitas, rendahnya kemampuan menulis mengindikasikan bahwa proses pembelajaran menulis disetiap jenjang pendidikan belum berjalan optimal. Hal ini menyiratkan bahwa proses pembelajaran menulis di sekolah selama ini, menyimpan sejumlah permasalahan yang harus dipecahkan dan dicarikan alternatif penyelesaiannnya.
Salah satu model pembelajaran yang dapat mengaktifkan proses pembelajaran menulis adalah model mengajar kooperatif Tipe Student Team Achievment Division (STAD). Model ini merupakan cabang dari model pembelajaran kooperatif (cooperative learning), yang berusaha memberdayakan interaksi antar siswa dalam dinamika kelompok. Apabila diterapkan secara khusus untuk pembelajaran keterampilan menulis, siswa akan memiliki keleluasaan, baik dalam mencurahkan gagasannya maupun memberi masukan atau kritikan pada karangan teman sejawatnya dalam kelompok.
Belajar kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan dan tugas yang bersifat kooperatif, sehingga memengkinkan terjadinya interaksi secara terbuka yang efektif diantara anggota kelompok. Terdapat dua langkah yang harus disiapkan untuk terwujudnya belajar kooperatif. Pertama, perlu adanya motivasi peserta belajar (student motivation). Kedua, pelaksanaan proses belajar (learning process) yang bercirikan kooperatif (Killen, 1998:89).

Model Mengajar
Joyce & Weil (2000:1) mengungkapkan model mengajar ialah suatu rencana atau pola yang digunakan dalam melaksanakan kurikulum, menyusun materi pengajaran, dan memberi arah pembelajaran di kelas ataupun lainnya. Dalam buku yang sama Joyce & Weil mengelompokkan model mengajar menjadi 4 rumpun, yaitu (1) Information -Processing Models (model pemrosesan informasi), (2) Pesonal Models (Model Pribadi), (3) Social Interaction Models (model Interaksi Sosial), (4) Behavioral Models (Model Pilaku).
Karakteristik setiap model pengajaran ditandai oleh unsur-unsur (1) orientation to the models (orientasi model), (2) the model of teaching (model mengajar), dengan unsur-unsur sebagai berikut; (a) syntax (urutan kegiatan); (b) sosial system (sistem sosial); (c) principal of reaction (prinsip reaksi); (d)support system (sitem penunjang), (3) application (penerapan), (4) instructional and nurturant effect (dampat instruksional dan penyerta). Unsur-unsur di atas merupakan hal yang harus ada dalam setiap model pembelajaran.

Psikologi Belajar Bahasa
Sedikitnya ada dua teori psikologi belajar yang meramaikan metode terbaik dalam pengajaran bahasa, yaitu teori behaviouristik dan teori kognigtif. Prinsip teori behavioristik sangat sederhana, yakni suatu pandangan mengenai prilaku belajar yang kuncinya adalah peniruan model. Menurut para behavioris, suatu kebiasaan terbentuk apabila suatu jawaban pada rangsangan secara konsisten diberikan hadiah. Jasi, urutannya yaitu stimulus, response, reinforcement, yang dalam psikologi behaviorisme disebut pembiasaan yang membuahkan hasil (operant conditioning). Teori behavioristik menjadi landasan psikologis lahirnya metode audio-lingual dalam pembelajaran bahasa. Belajar bahasa dilaksanakan dengan menguasai kaidah-kaidah secara mekanistik. Siswa dilatih berbahasa selaras dengan pola yang disepakati tanpa penyimpangan dengan teknik drill.
Teori kognitif menegaskan bahwa setiap anak memiliki peranana yang aktif dalam belajar. Dalam pelaksanan peranannya itu, anak terlibat dengan kegiatan-kegiatan yang bergerak kearah proses informasi. Komdisi seperti ini mengundang pemekaran proses intelektual anak. Teori kognitif menjadi relasi linguistik dan basis rasional pengajaran bahasa dimulai oleh Noam Chomsky pada tahun 1960-an. Dalam teori tata bahasa Chomsky, setiap kalimat mempunyai dua struktur, yakni struktur luar (surface structure) dan struktur dalam (deep structure). Menurut Chomsky linguistik struktural tidak mampu menunjukkan hubungan-hubungan yang berkaitan dengan makna karena lingkungan struktur hanya memperhatikan struktur luar saja. Chomsky pun menolak konsep operant conditioning dalam pembelajaran bahasa, dan respeknya terhadap teori kognitif memberikan andil pada lahirnya metode-metode pembelajaran bahasa yang berbasis teori kognitif. Metode-metode itu antara lain metode sugestopedia, metode belajar bahasa secara berkelompok (community languange learning), dan metode silent way (Subiyakto,1993:36)

Landasan Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang didasarkan paham konstruktivisme. Konsrtuktuvisme lahir dari gagasan Piaget dan Vygotsky, yang menekankan bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memahami informasi-informasi baru (Nur dan Wikandari,1999:3).
Teori konstruktivisme menganjurkan peranan yang lebih aktif bagi siswa dalam pembelajaran. Karena penekanannya pada siswa, strategi konstruktivisme sering disebut pengajaran yang terpusat pada siswa atu student-centered instruction. Peran guru membantu siswa menemukan fakta, konsep, atau prinsip bagi diri mereka sendiri bukan memberikan ceramah atau mengendalikan seluruh kegiatan kelas.
Pendekatan konstruktivisme dalam pengajaran lebih menekankan pada pengajaran top-down daripada bottom-up. Top-down berarti bahwa siswa mulai dengan masalah-msalah yang kompleks untuk dipecahkan dan selanjutnya memecahkan atau menemukan keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan, sedangkan pendekatan bottom-up adalah membangun keterampilan dasar setahap demi setahap menjadi keterampilan yang lebih kompleks.

Pembelajaran Koorperatif
Killen (1998:82) menyatakan pembelajaran merupakan suatu teknik pengajaran dan satu filosofi pembelajaran yang mendorong siswa-siswanya untuk bekerja sama dan untuk memaksimalkan belajar mereka sendiri dan belajar dengan temannya. Belajar kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan dan tugas yang bersifat kooperatif, sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang efektig antara anggota kelompok. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok heterogen dan mendorong siswa-siswanya untuk bekerja sama dalam memaksimalkan belajar mereka sendiri dan belajar dengan temannya untuk mencapai tujuan bersama.
Jhonson & johnson (dalam Killen,1998:82) menguraikan komponen-komponen dasar dalam pembelajaran kooperatif, yaitu (1) positive inter-dependent, (2) face-to face promotive interaction, (3) individual accountability, (4) appropriate use of interpersonal skills, (5) group analysis.
Pembelajaran kooperatif memiliki beberapa keunggulan dibandingkan pembelajaran tradisional. Melalui pembelajaran koorperatif siswa dapat memperoleh pengetahuan, keterampiln, dan sikap secara bersama-sama tanpa membedakan status sosial, pengalaman, kecerdasan individual, serta jenis kelamin, sehingga pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dalam pembelajaran koorperatif memberikan kepuasan tersendiri bagi siswa baik secara individual maupun secara kelompok.

Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Team Achievement Division)
Pembelajaran koperatif terdiri atas beberapa tipe antara lain: (1) Student Team Achievement Division(STAD), (2) Teams-Games_Tournaments (TGT), (3) Team Assisted Individualitation (TAI), (4) Coorperative Reading and Composition (CIRC), (5) Jigsaws, (6) Learning Together, dan (7) Group Investigation (Slavin, 1995:4).
STAD (Student Team Achievement Division) merupakan salah satu tipe pembelajaran koorperatif yang paling sederhana, menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi di antara siswa untuk mencapai prestasi yang maksimal. Pada proses pembelajarannya melalui lima tahap, yang meliputi (1) tahap penyajian materi, (2) tahap kegiatan kelompok, (3) tahap tes individual. (4) tahap perhitungan skor perkembangan individu, (5) tahap pemberian penghargaan kelompok (Slavin,1995:71).

Evaluasi Pembelajaran Koorperatif
Evaluasi pembelajaran koorperatif berpijak pada pemikiran dasar bahawa kerja sama merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup. Tanpa kerja sama tak akan ada individu, keluarga, organisasi, atau masyarakat. Model pembelajaraan koorperatif tipe STAD ini belum banyak diterapkan dalam dunia pendidikan, walaupun kita sering membanggakan nilai gotong royong dalam budaya bangsa Indonesia. Kebanyakkan guru enggan menerapkan sistem kerja kelompok karena beberapa alasan. Salah satunya adalah penilaian yang dianggap kurang adil. Sebenarnya ketidakadilan tersebut tidak perlu terjadi dalam kerja kelompok, jika guru benar-benar menerapkan prosedur sistem pengajaran/ penilaian cooperative learing. Dalam penilaian coorperative learning, siswa mendapat nilai pribadi dan nilai kelompok (Lie,2008:87). Siswa bekerja sama dengan metode bergotong royong. Mereka saling membantu dalam mempersiapkan untuk tes. Kemudian, masing-masing mengerjakan tes sendiri-dendiri dan menerima nialai pribadi.
Penerapan metode mengajar koorperatif tipe TAD dalam pembelajaran menulis, dapat memperlihatkan proses belajar yang berpusat pada siswa, memberikan pengalamanpraktik ketika PBM berlangsung, tidak semata berorientasi pada hasil tetapi juga proses, mengoptimalkan potensi interaksi dan kerja sama antar siswa, dan mampu meningkatkan keaktifan siswa selam PBM berlangsung. Model mengajar ini dapat mengurangi kecenderungan guru untuk mendominasi proses pembelajaran menulis di kelas. Dengan kata lain, mampu menempatkan siswa pada pembelajaran menulis melalui praktik menulis dan memupuk sikap kritis ketika saling sunting tuliasan berlangsung.