Pendekatan
Kontekstual Dengan Model Pembelajaran Bermain Peran dalam
Pembelajaran Berbicara
I.
Orientasi Model
I.1.
Elaborasi Model
Berbicara
adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan untuk
mencapai tujuan tertentu. Beberapa konsep dasar berbicara harus
dipahami oleh pengajar sebelum mengajarkan berbicara kepada siswanya.
Terdapat lima konsep, yakni: penyimak, pembicaraan, media, sarana,
dan pembicara (Iskandarwassid, 2008).
Keberhasilan
berbicara, dapat dilihat pertama kali pada penyimak atau pendengar.
Cara yang digunakan adalah dengan menganalisis situasi dan kebutuhan,
tingkat pendidikan, pendengar. Dengan cara ini akan menghindarkan
dari kesalahan-kesalahan dalam berbicara.
Sebelum
pembicaraan berlangsung, maka pembicara seharusnya mempersiapkan apa
yang akan dibicarakan (Tarigan, 2008:25). Diantaranya:
1)
Menentukan materi/topik
2)
Menguasai materi
3)
Memahami khalayak
4)
Memahami situasi
5)
Merumuskan tujuan yang jelas
Pada
tingkat pemula, tujuan pembelajaran keterampilan berbicara meliputi:
melafalkan bunyi-bunyi bahasa, menyampaikan informasi, menyatakan
setuju atau tidak setuju, menjelaskan identitas diri, menceritakan
kembali hasil simakan/bacaan, menyatakan ungkapan rasa hormat, dan
bermain peran.
Untuk
tingkat menengah, tujuan pembelajaran keterampilan berbicara dapat
dirumuskan: menyampaikan informasi, berpartisipasi dalam percakapan,
menjelaskan identitas diri, menceritakan kembali hasil simakan atau
bacaan, melakuakan wawancara, bermain peran, menyampaikan gagasan
dalam diskusi atau pidato.
Tingkat
paling tinggi, dapat dirumuskan bahwa: menyampaikan informasi,
berpartisipasi dalam percakapan, menjelaskan identitas diri,
menceritakan kembali hasil simakan atau hasil bacaan, berpartisipasi
dalam wawancara, bermain peran, dan menyampaikan gagasan.
Terdapat
beberapa aktivitas yang mempermudah seorang siswa untuk belajar
keterampilan berbicara, seperti mengubah topik, merespon atau menolak
atau dapat dikenal dengan Awareness-Raising
Activities. Untuk itu ada beberapa hal yang
perlu dilakukan yakni:
1)
Attention (memperhatikan)
2)
Noticing (mengenali)
3)
Understanding (memahami)
Strategi
pembelajaran berbicara merujuk pada prinsip stimulus-respons, yakni
memberi dan menerima informasi. Rancangan program pengajaran untuk
mengembangkan keterampilan berbicara antara lain:
a)
aktivitas mengembangkan keterampilan bicara secara umum
b)
aktivitas mengembangkan bicara secara khusus untuk membentuk model
diksi dan ucapan, dan mengurangi penggunaan bahas non-standard
c) aktivitas
mengatasi masalah yang meminta perhatian khusus:
peserta
didik menggunakan bahasa ibunya sangat dominan
peserta
didik yang mengalami problema kejiwaan, pemalu dan tertutup
peserta
didik yang menderita hambatan jasmani yang berhubungan dengan
alat-alat bicaranya.
Program
pengajaran keterampilan berbicara harus mampu memberikan kesempatan
kepada setiap individu mempunyai tujuan yang dicita-citakan.
tujuannya, meliputi:
1)
kemudahan berbicara
2)
kejelasan
3)
bertanggung jawab
4)
membentuk pendengaran yang kritis
5)
membentuk kebiasaan
Pemilihan
strategi atau gabungan metode dan teknik pembelajaran terutama
didasarkan pada tujuan dan materi yang telah ditetapkan pada
satuan-satuan kegiatan belajar. Dalam hal tersebut keterlibatan
intelektual peserta didik dapat dilatih dalam kegiatan antara lain:
bermain peran, berbagai bentuk diskusi, wawancara, bercerita, pidato,
laporan lisan, membaca nyaring, merekam bicara, bermaian drama.
I.2 Tujuan Model Pembelajaran Bermain Peran dalam Pembelajaran
Berbicara
Dalam silabus mata pelajaran Bahasa Indonesisa kelas XI tingkat
SMU/MA terdapat kompentensi dasar melalui menulis, membaca, berbicara
dan menyimak, karena keterampilan berbahasa didapat dari keterkaitan
dan keselarasan empat komponen berbahasa tersebut. Berbicara
merupakan salah satu standar kompetensi yang harus diajarkan dalam
perlajaran Bahasa Indonesia.
Pada semester dua kelas XI tingkat SMU/MA dalam silabus pembelajaran
terdapat satu Standar kompetensi tentang berbicara yaitu
mengungkapkan wacana sastra dalam bentuk pementasan drama. Standar
kompetensi tersebut terdiri dari beberapa kompetensi dasar yaitu:
mengekspresikan
dialog para tokoh dalam pementasan drama
menggunakan
gerak-gerik, mimik dan intonasi sesuai dengan watak tokoh dalam
pementasan drama.
Berdasarkan silabus tersebut dapat disusun suatu pendekatan belajar
dan model pembelajaran yang menjadi satu kesatuan utuh untuk
memaksimalkan pemahaman, kreatifitas, pontensi dan pengetahuan siswa
terutama tentang pembelajaran berbicara.. Adapun yang digunakan
adalah pendekatan Kontekstual
dengan model pembelajaran bermain peran (role playing) dalam
pembelajaran berbicara semester dua kelas XI di SMU/MA.
Pendekatan kontekstual atau Contextual Teaching Learning
(CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara
materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong
siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan sebagai anggota keluarga dan masyarakat
(Siregar dan Nara,2010:117).
Dengan pemahaman ini diharapkan hasil belajar lebih bermakna bagi
siswa. Proses pembelajaran juga alamiah, siswa bekerja dan mengalami,
Bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Dengan demikian, siswa
akan memperoleh pengetahuan dan keterampilan dalam konteks yang
terbatas sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkonstruksi
sendiri, sebagai bekal dalam memecahkan masalah kehidupannya di
lingkungan masyarakat.
Pendekatan kontekstual (contextual teaching learning) adalah
juga suatu proses pembelajaran berupa learner-centered and
learning in context. Konteks adalah sebuah keadaan yang
mempengaruhi hehidupan siswa dalam pembelajarannya. Proses
pembelajaran kontekstual tersusun oleh delapan komponen yaitu:
Membangun hubungan untuk menemukan makna (relating)
Belajar secara mandiri
Melakukan sesuatu yang bermakna (experiencing)
Kolaborasi (colaborating)
Berpikir kreatif dan kritis ( applying)
Mengembangkan potensi individu (transfering)
Standar pencapaian yang tinggi
Assesmen yang autentik.
Pendekatan kontekstual dalam pembelajaran berbicara dapat lebih
nyata dan aplikatif dengan ditunjang menggunakan model pembelajaran
bermain peran.
Model pembelajaran bermain
peran merupakan pembelajaran terakhir pada model
pembelajaran berbicaraDengan demikian maka dikandung pengertian bahwa
model pembelajaran ini sebagai tataran tertinggi dalam model
pembelajaran Berbicara. Jika dalam model pembelajaran berbicara
sebelumnya masih terdapat campur tangan guru, maka dalam Bermain
Peran ini siswa lebih aktif ,inisiatif, spontanitas dan kreatif.
Dalam praktiknya Bermain Peran ini menyerupai sandiwara atau
drama, hanya saja dalam bentuk yang lebih kecil/sederhana. Maka
peserta didik akan memperoleh peran dan teks dialog untuk
ditampilkan di depan kelas nanti. Dengan pendekatan kontekstual siswa
dapat memilih topik dan ekspresi sebagaimana dalam kehidupan
sehari-hari.
II. Model Mengajar
II.1. Sintaksis
Langkah-langkah pembelajaran Bahasa Indonesia dalam materi pelajaran
berbicara dengan model bbermain peran adalah:
A. Pertemuan pertama
Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok, masing-masing
kelompok terdiri dari 4-5 orang.
Kemudian kelompok-kelompok diberi tugas untuk membuat dialog atau
naskah drama yang bersumber dari kehidupan sehari-hari atau
lingkungan sekitar siswa.
Siswa membuat naskah drma atau dialog singkat tersebut dan membagi
peran pada masing-masing anggota kelompok.
Guru memberikan tugas untuk pertemuan selanjutnya. Pertama, tugas
kelompok yaitu menyempurnakan naskah dan latihan dialog.Kedua,
melakukan observasi terhadapa cara berbicara sesuai peran yang
didapatkan. Siswa diharapkan mampu mempelajari ekspresi dan bahasa
non verbal tokoh dalam naskah.
B. Pertemuan kedua
Siswa berada dalam kelompok yang telah ditentukan sebelumnya.
Masing-masing kelompok mengemukakan hasil naskah dan observasinya
secara singkat.
Guru menerangkan hal-hal yang penting terkait kemampuan berbicara
dalam mepresentasikan dan memerankan sebuah naskah atau dialog.
Guru mulai mempersilahkan kepada kelompok yang terpilih untuk
memampilkan naskah atau dialog yang telah dipilih.
Penampilan juga dapat dilanjutkan pada pertemuan selanjutnya.
Pebilaian selain dilakukan oleh guru juga dilakukan siswa dengan
membagikan format penilaian (lafal,intonasi,ekspresi,penghayatan dan
penampilan) dengan demikian siswa saling mengapresiasi dan belajra
dengan temannya.
II.2. Sistem sosial.
Adapun indikator yang harus dicapai dalam proses pembelajaran dengan
model pembelajaran bermain peran adalah:
Siswa mampu menentukan topik yang berhubungan dengan kehidupan
sendiri untuk bisa menulis cerita pendek.
Siswa mengetahui topik atau gagasan-gasan yang menjadi bahan
pembicaraan masyrakat atau orang sekitarnya.
Siswa dilatih menulis dan mengembangkan naskah drama atau dialog
singkat sebagai wujud pengamatan dan simakannya
Siswa dilatih berbicara dalam latihan drama dan menghafalkan dialog
sesuai dngan ekspresi dan bahasa non verbal pendukung komunikasi.
Siswa mampu menampilkan dialog atau naskah drama dengan kriteria
yang telah ditentukan.
Siswa mampu mengapresiasi penampilan dan teknik dialog(bebicara)
yang disampaikan temannya.
II.3. Prinsip reaksi
Untuk melakukan kegiatan belajar melalui pendekatan kontekstual
dengan model pembelajaran bermain peran seluruh siswa harus:
mengamati topik atau gagasan yang ada dalam kehidupan danlingkungan
sekitarnya.
kelompok kelas dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari
4-5 orang
siswa harus mendiskusikan topik yang akan diangkat dalam pembuatan
naskah atau dialog singkat.
siswa menulis naskah atau dialog singkat.
siswa melakukan observasi ringan untuk menunjang penghayatan dan
memahamai cara berbicara pada peran.
siswa melakukan presentasi terhadap naskah yang telah dibuat.
siswa berlatih dan mempersiapkan diri untuk penampilan
siswa menampilkan naskah drama atau dialog yang telah dibuat dan
mengapresiasi penampilan temannya.
Sementara guru dalam hal ini berperan sebagai fasilitator dan mentor
dalam memberikan tugas dan mengarahkan iswa agar siswa mampu memiliki
pemahanan tentang pelajaran dari pengalaman sendiri. Selain itu guru
juga berperan sebagai motivator dalam memaksimalkan potensi siswa
dalam berkarya dan juga menyampaikan bahwa berbicara dapat
mengekspersikan, menyampaikan dan menginformasikan sesuatu.
II.4. Sistem penunjang
Dalam
kegiatan pembelajaran ini dapat digunakan beberapa sumber dan sarana
belajar, seperti: buku teks dan penunjang Bahasa Indonesia, buku
penunjang tentang naskah drama dan pementasan drama, artikel dan
tulisan-tulisan yang berkaitan dengan tema dalam koran, majalah,
maupun website.
Dan sarana yang digunakan yaitu dapat melalui komputer dan internet,
analisis, dan pengalaman dan pengamatan.
III.
Dampak intruksional dan penyerta.
Dalam
pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia terutama pada standar
kompetensi berbicara pendekatan belajar secara kontekstual dengan
model bermain peran mampu membuat siswa:
mengaitkan
apa yang dipelajari di sekolah dengan pengalamannya sendiri ketika
mencari ide,gagasan atau topik yang akan diangkat dalam naskah.
Siswa akan menemukan sesuatu yang jauh lebih bermakna dibandingkan
apabila informasi maupun ide tersebut diperoleh hanya dengan
mendengar atau menerima saja.
dengan
belajar mandiri atau tugas mandiri secara kelompok dan individu
dapat mengatasi perbedaan kecepatan belajar siswa yang sangat
variatif. cara belajar yang berbeda, bakat, minat yang juga
bermacam-macam hendaknya dihargai dengan memberikan kesempatan pada
siswa untuk belajar mandiri sesuai kondisi masing-masing siswa.
dengan
kelompok maka dapat mendorong siswa untuk bekerjasama satu sama
lain. Karena pada dasarnya setiap makhlik hidup membutuhkan makhluk
hidup lainnya.
pembelajaran
ini hendaknya melatih siswa untuk berpikir kritis dan kreatif dan
juga memberikan kesempatan untuk mempraktikkannya dalam situasi yang
nyata.
karena
tidak ada individu yang sama maka kegiatan penbelajaran dengan
pendekatan kontekstual bisa mengidentifikasi potensi yang dimiliki
setiap siswa serta memberikan kesempatan pada siswa untuk
mengembangkannya.
ketika
memberikan tugas dengan standar yang tinggi maka akan memacu siswa
untuk berusaha keras dan mengeluarkan kemampuan serta potensi
maksimalnya untuk menjadi yang terbaik.
dan
hasil kerja siswa juga tak cukup dinilai dengan tes semata, tetapi
juga dengan uji pemahaman, dan mengapresiasi karya yang telah dibuat
oleh siswa.
IV.
Keunggulan dan Kekurangan
IV.1.Keungulan
Model Pembelajaran Bermain Peran
Menurut
Hamzah B.Uno (2010:26) Keberhasilan pembelajaran melaui bermain peran
tergantung pada kualitas pemain peran yang diikuti dengan analisis
terhadapnya. Di samping itu, tergantung pula pada persepsi siswa
tentang peran yang diaminkan terhadap situasi yang nyata.
Joyce and weil (1996:92) The role playing process provides a live
sample of human behaviour that serves as a vehicle for students to:
(1)explore their feelings,(2) gain insight into their attitudes,
values, and perceptions,(3) develop their problem-solving skills and
attitudes,and (4) explore subject matter in varied ways. Model
bermain peran dapat mengantarkan sisma untuk mampu mengenal
perasaannya dan perasaan orang lain, dapat menyatukan dialog dan
peranya pada sikap, nilai dan persepsi, membangun kemampuan pemecahan
masalah, dan melaksanakan pembelajaran dengan cara yang lebih
bervariasi.
Dengan model bermain peran siswa juga dapat meningkatkan kratifitas
dan kepekaannya dalam bereskpresi terutama dalam berbicara.Siswa juga
dapat memperoleh cara berprilaku baru untuk mengatasi masalah.
IV.2.
Kekeurangan Model Pembelajaran Bermain Peran
Model
pembalajarn bermain peran tak luput dari kekurangan dlam
pelaksanaannya, diantaranya:
keterbatasan
waktu dalam melaksanakan pembelajaran
banyaknya
siswa dalam satu kelas
kemampuan
siswa yang bergam dalam memahami peran
kemampuan
menilai dan mengapresiasi yang masih rendah
V.
Daftar pustaka
Budimansyah.Dasim,dkk.2009.
Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan.
Bandung: PT. Genesindo
Joyce
and Weil.1996.Models of Teaching.US: Allyn and Bacon
Siregar,Eveline,dkk.2010.
Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor: Penerbit Gahlia
Indonesia.
Soemanto,Wasty.2006.
Psikologi Pendidikan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Uno,Hamzah
B.2010.Model Pembelajaran menciptakan Proses Belajar Mengajar
Yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara