Rangkuman
makalah Sutarman dengan judul :
"Pengajaran
Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division (STAD) Bagi
Peningkatan Kemampuan "
Hasil
observasi dan pengalaman peneliti terhadap proses belajar mengajar
bahasa Indonesia, menunjukan bahwa proses pembelajaran masih dikelola
secara monoton dan konvensional. Hal ini pernah dikemukakan Hinduan
(1999:1), yang menyatakan bahwa PBM yang banyak terjadi di
sekolah-sekolah tetaplah merupakan pola tradisional, yaitu guru
menerangkan, siswa mendengarkan dan mencatat, lalu latihan soal.
Kurikulum terbaru tahun 2006 (KTSP) memberi peluang yang
seluas-luasnya kepada guru untuk berkreasi ketika PBM berlangsung.
Guru
dituntut untuk kreatif dan inovatif dalam melaksanankan PBM, apalagi
proses belajar mengajar bahasa Indonesia dituntut untuk menghasilkan
yang terampil berbahasa. Dalam draf Kurikulum 2006 Standar Kompetensi
Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk SMP/MTs (hal.13), diuraikan
bahwa tujuan mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia, salah satu
diantaranya adalah sebagai sarana peningkatan pengetahuan dan
keterampilan dalam pemakaian bahasa Indonesia untuk berbagai
keperluan (Depdiknas,2006). Orientasi akhir dari proses pembelajaran
bahasa (Kurikulum 2006) mengarah pada penguasaan empat keterampilan
berbahasa, yaitu (1) mendengarkan, (2) berbicara, (3) membaca, (4)
menulis.
Dari
keempat keterampilan berbahasa tersebut, menurut Alwasilah (2003),
keterampilan menulislah yang sampai saat ini perkembangannya masih
rendah. Hal ini tentu saja disebabkan oleh masih rendahnya minat dan
kemauan menulis pada masyrakat kita.
Keterampilan
menulis memang memiliki tingkat kompleksitas yang cukup tinggi.
Kegiatan menulis baru dapat terlaksana setelah manusia "belajar"
dahulu mengenai bahasa tertulis karena keterampilan ini berbeda
dengan keterampilan menyimak dan berbicara yang dimiliki manusia
normal sejak lahir. Dengan kata lain, menulis merupakan keterampilan
berbahasa yang tidak sederhana (Syamsudin:1994:1).
Selain
masalah kompleksitas, rendahnya kemampuan menulis mengindikasikan
bahwa proses pembelajaran menulis disetiap jenjang pendidikan belum
berjalan optimal. Hal ini menyiratkan bahwa proses pembelajaran
menulis di sekolah selama ini, menyimpan sejumlah permasalahan yang
harus dipecahkan dan dicarikan alternatif penyelesaiannnya.
Salah
satu model pembelajaran yang dapat mengaktifkan proses pembelajaran
menulis adalah model mengajar kooperatif Tipe Student Team
Achievment Division (STAD). Model ini merupakan cabang dari model
pembelajaran kooperatif (cooperative learning), yang berusaha
memberdayakan interaksi antar siswa dalam dinamika kelompok. Apabila
diterapkan secara khusus untuk pembelajaran keterampilan menulis,
siswa akan memiliki keleluasaan, baik dalam mencurahkan gagasannya
maupun memberi masukan atau kritikan pada karangan teman sejawatnya
dalam kelompok.
Belajar
kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok
karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan dan tugas yang
bersifat kooperatif, sehingga memengkinkan terjadinya interaksi
secara terbuka yang efektif diantara anggota kelompok. Terdapat dua
langkah yang harus disiapkan untuk terwujudnya belajar kooperatif.
Pertama, perlu adanya motivasi peserta belajar (student
motivation). Kedua, pelaksanaan proses belajar (learning
process) yang bercirikan kooperatif (Killen, 1998:89).
Model
Mengajar
Joyce
& Weil (2000:1) mengungkapkan model mengajar ialah suatu rencana
atau pola yang digunakan dalam melaksanakan kurikulum, menyusun
materi pengajaran, dan memberi arah pembelajaran di kelas ataupun
lainnya. Dalam buku yang sama Joyce & Weil mengelompokkan model
mengajar menjadi 4 rumpun, yaitu (1) Information -Processing
Models (model pemrosesan informasi), (2) Pesonal Models
(Model Pribadi), (3) Social Interaction Models (model
Interaksi Sosial), (4) Behavioral Models (Model Pilaku).
Karakteristik
setiap model pengajaran ditandai oleh unsur-unsur (1) orientation
to the models (orientasi model), (2) the model of teaching
(model mengajar), dengan unsur-unsur sebagai berikut; (a) syntax
(urutan kegiatan); (b) sosial system (sistem sosial); (c)
principal of reaction (prinsip reaksi); (d)support system
(sitem penunjang), (3) application (penerapan), (4)
instructional and nurturant effect (dampat instruksional dan
penyerta). Unsur-unsur di atas merupakan hal yang harus ada dalam
setiap model pembelajaran.
Psikologi
Belajar Bahasa
Sedikitnya
ada dua teori psikologi belajar yang meramaikan metode terbaik dalam
pengajaran bahasa, yaitu teori behaviouristik dan teori kognigtif.
Prinsip teori behavioristik sangat sederhana, yakni suatu pandangan
mengenai prilaku belajar yang kuncinya adalah peniruan model. Menurut
para behavioris, suatu kebiasaan terbentuk apabila suatu jawaban pada
rangsangan secara konsisten diberikan hadiah. Jasi, urutannya yaitu
stimulus, response, reinforcement, yang dalam psikologi behaviorisme
disebut pembiasaan yang membuahkan hasil (operant
conditioning). Teori
behavioristik menjadi landasan psikologis lahirnya metode
audio-lingual dalam pembelajaran bahasa. Belajar bahasa dilaksanakan
dengan menguasai kaidah-kaidah secara mekanistik. Siswa dilatih
berbahasa selaras dengan pola yang disepakati tanpa penyimpangan
dengan teknik drill.
Teori kognitif menegaskan bahwa setiap anak memiliki peranana yang
aktif dalam belajar. Dalam pelaksanan peranannya itu, anak terlibat
dengan kegiatan-kegiatan yang bergerak kearah proses informasi.
Komdisi seperti ini mengundang pemekaran proses intelektual anak.
Teori kognitif menjadi relasi linguistik dan basis rasional
pengajaran bahasa dimulai oleh Noam Chomsky pada tahun 1960-an. Dalam
teori tata bahasa Chomsky, setiap kalimat mempunyai dua struktur,
yakni struktur luar (surface structure) dan struktur dalam
(deep structure). Menurut Chomsky linguistik struktural tidak
mampu menunjukkan hubungan-hubungan yang berkaitan dengan makna
karena lingkungan struktur hanya memperhatikan struktur luar saja.
Chomsky pun menolak konsep operant conditioning dalam pembelajaran
bahasa, dan respeknya terhadap teori kognitif memberikan andil pada
lahirnya metode-metode pembelajaran bahasa yang berbasis teori
kognitif. Metode-metode itu antara lain metode sugestopedia, metode
belajar bahasa secara berkelompok (community languange learning),
dan metode silent way (Subiyakto,1993:36)
Landasan
Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran
yang didasarkan paham konstruktivisme. Konsrtuktuvisme lahir dari
gagasan Piaget dan Vygotsky, yang menekankan bahwa perubahan kognitif
hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya
diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memahami
informasi-informasi baru (Nur dan Wikandari,1999:3).
Teori konstruktivisme menganjurkan peranan yang lebih aktif bagi
siswa dalam pembelajaran. Karena penekanannya pada siswa, strategi
konstruktivisme sering disebut pengajaran yang terpusat pada siswa
atu student-centered instruction. Peran guru membantu siswa
menemukan fakta, konsep, atau prinsip bagi diri mereka sendiri bukan
memberikan ceramah atau mengendalikan seluruh kegiatan kelas.
Pendekatan konstruktivisme dalam pengajaran lebih menekankan pada
pengajaran top-down daripada bottom-up. Top-down
berarti bahwa siswa mulai dengan masalah-msalah yang kompleks untuk
dipecahkan dan selanjutnya memecahkan atau menemukan
keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan, sedangkan pendekatan
bottom-up adalah membangun keterampilan dasar setahap demi
setahap menjadi keterampilan yang lebih kompleks.
Pembelajaran
Koorperatif
Killen
(1998:82) menyatakan pembelajaran merupakan suatu teknik pengajaran
dan satu filosofi pembelajaran yang mendorong siswa-siswanya untuk
bekerja sama dan untuk memaksimalkan belajar mereka sendiri dan
belajar dengan temannya. Belajar kooperatif lebih dari sekedar
belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif
ada struktur dorongan dan tugas yang bersifat kooperatif, sehingga
memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang
efektig antara anggota kelompok. Pembelajaran kooperatif merupakan
pembelajaran dalam kelompok-kelompok heterogen dan mendorong
siswa-siswanya untuk bekerja sama dalam memaksimalkan belajar mereka
sendiri dan belajar dengan temannya untuk mencapai tujuan bersama.
Jhonson & johnson (dalam Killen,1998:82) menguraikan
komponen-komponen dasar dalam pembelajaran kooperatif, yaitu (1)
positive inter-dependent, (2) face-to face promotive
interaction, (3) individual accountability, (4)
appropriate use of interpersonal skills, (5) group
analysis.
Pembelajaran kooperatif memiliki beberapa keunggulan dibandingkan
pembelajaran tradisional. Melalui pembelajaran koorperatif siswa
dapat memperoleh pengetahuan, keterampiln, dan sikap secara
bersama-sama tanpa membedakan status sosial, pengalaman, kecerdasan
individual, serta jenis kelamin, sehingga pengetahuan dan pengalaman
yang diperoleh dalam pembelajaran koorperatif memberikan kepuasan
tersendiri bagi siswa baik secara individual maupun secara kelompok.
Pembelajaran
Kooperatif Tipe STAD (Student Team Achievement Division)
Pembelajaran
koperatif terdiri atas beberapa tipe antara lain: (1) Student
Team Achievement Division(STAD),
(2) Teams-Games_Tournaments
(TGT), (3) Team Assisted
Individualitation (TAI),
(4) Coorperative Reading
and Composition (CIRC),
(5) Jigsaws,
(6) Learning Together,
dan (7) Group
Investigation (Slavin,
1995:4).
STAD (Student Team Achievement Division) merupakan salah satu
tipe pembelajaran koorperatif yang paling sederhana, menekankan pada
adanya aktivitas dan interaksi di antara siswa untuk mencapai
prestasi yang maksimal. Pada proses pembelajarannya melalui lima
tahap, yang meliputi (1) tahap penyajian materi, (2) tahap kegiatan
kelompok, (3) tahap tes individual. (4) tahap perhitungan skor
perkembangan individu, (5) tahap pemberian penghargaan kelompok
(Slavin,1995:71).
Evaluasi
Pembelajaran Koorperatif
Evaluasi
pembelajaran koorperatif berpijak pada pemikiran dasar bahawa kerja
sama merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagi
kelangsungan hidup. Tanpa kerja sama tak akan ada individu, keluarga,
organisasi, atau masyarakat. Model pembelajaraan koorperatif tipe
STAD ini belum banyak diterapkan dalam dunia pendidikan, walaupun
kita sering membanggakan nilai gotong royong dalam budaya bangsa
Indonesia. Kebanyakkan guru enggan menerapkan sistem kerja kelompok
karena beberapa alasan. Salah satunya adalah penilaian yang dianggap
kurang adil. Sebenarnya ketidakadilan tersebut tidak perlu terjadi
dalam kerja kelompok, jika guru benar-benar menerapkan prosedur
sistem pengajaran/ penilaian cooperative learing. Dalam penilaian
coorperative learning, siswa mendapat nilai pribadi dan nilai
kelompok (Lie,2008:87). Siswa bekerja sama dengan metode bergotong
royong. Mereka saling membantu dalam mempersiapkan untuk tes.
Kemudian, masing-masing mengerjakan tes sendiri-dendiri dan menerima
nialai pribadi.
Penerapan metode mengajar koorperatif tipe TAD dalam pembelajaran
menulis, dapat memperlihatkan proses belajar yang berpusat pada
siswa, memberikan pengalamanpraktik ketika PBM berlangsung, tidak
semata berorientasi pada hasil tetapi juga proses, mengoptimalkan
potensi interaksi dan kerja sama antar siswa, dan mampu meningkatkan
keaktifan siswa selam PBM berlangsung. Model mengajar ini dapat
mengurangi kecenderungan guru untuk mendominasi proses pembelajaran
menulis di kelas. Dengan kata lain, mampu menempatkan siswa pada
pembelajaran menulis melalui praktik menulis dan memupuk sikap kritis
ketika saling sunting tuliasan berlangsung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar