Sabtu, 17 Maret 2012

Rangkuman


Rangkuman makalah Sutarman dengan judul :

"Pengajaran Kooperatif Tipe Student Team Achievement Division (STAD) Bagi Peningkatan Kemampuan "

Hasil observasi dan pengalaman peneliti terhadap proses belajar mengajar bahasa Indonesia, menunjukan bahwa proses pembelajaran masih dikelola secara monoton dan konvensional. Hal ini pernah dikemukakan Hinduan (1999:1), yang menyatakan bahwa PBM yang banyak terjadi di sekolah-sekolah tetaplah merupakan pola tradisional, yaitu guru menerangkan, siswa mendengarkan dan mencatat, lalu latihan soal. Kurikulum terbaru tahun 2006 (KTSP) memberi peluang yang seluas-luasnya kepada guru untuk berkreasi ketika PBM berlangsung.
Guru dituntut untuk kreatif dan inovatif dalam melaksanankan PBM, apalagi proses belajar mengajar bahasa Indonesia dituntut untuk menghasilkan yang terampil berbahasa. Dalam draf Kurikulum 2006 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk SMP/MTs (hal.13), diuraikan bahwa tujuan mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia, salah satu diantaranya adalah sebagai sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam pemakaian bahasa Indonesia untuk berbagai keperluan (Depdiknas,2006). Orientasi akhir dari proses pembelajaran bahasa (Kurikulum 2006) mengarah pada penguasaan empat keterampilan berbahasa, yaitu (1) mendengarkan, (2) berbicara, (3) membaca, (4) menulis.
Dari keempat keterampilan berbahasa tersebut, menurut Alwasilah (2003), keterampilan menulislah yang sampai saat ini perkembangannya masih rendah. Hal ini tentu saja disebabkan oleh masih rendahnya minat dan kemauan menulis pada masyrakat kita.
Keterampilan menulis memang memiliki tingkat kompleksitas yang cukup tinggi. Kegiatan menulis baru dapat terlaksana setelah manusia "belajar" dahulu mengenai bahasa tertulis karena keterampilan ini berbeda dengan keterampilan menyimak dan berbicara yang dimiliki manusia normal sejak lahir. Dengan kata lain, menulis merupakan keterampilan berbahasa yang tidak sederhana (Syamsudin:1994:1).
Selain masalah kompleksitas, rendahnya kemampuan menulis mengindikasikan bahwa proses pembelajaran menulis disetiap jenjang pendidikan belum berjalan optimal. Hal ini menyiratkan bahwa proses pembelajaran menulis di sekolah selama ini, menyimpan sejumlah permasalahan yang harus dipecahkan dan dicarikan alternatif penyelesaiannnya.
Salah satu model pembelajaran yang dapat mengaktifkan proses pembelajaran menulis adalah model mengajar kooperatif Tipe Student Team Achievment Division (STAD). Model ini merupakan cabang dari model pembelajaran kooperatif (cooperative learning), yang berusaha memberdayakan interaksi antar siswa dalam dinamika kelompok. Apabila diterapkan secara khusus untuk pembelajaran keterampilan menulis, siswa akan memiliki keleluasaan, baik dalam mencurahkan gagasannya maupun memberi masukan atau kritikan pada karangan teman sejawatnya dalam kelompok.
Belajar kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan dan tugas yang bersifat kooperatif, sehingga memengkinkan terjadinya interaksi secara terbuka yang efektif diantara anggota kelompok. Terdapat dua langkah yang harus disiapkan untuk terwujudnya belajar kooperatif. Pertama, perlu adanya motivasi peserta belajar (student motivation). Kedua, pelaksanaan proses belajar (learning process) yang bercirikan kooperatif (Killen, 1998:89).

Model Mengajar
Joyce & Weil (2000:1) mengungkapkan model mengajar ialah suatu rencana atau pola yang digunakan dalam melaksanakan kurikulum, menyusun materi pengajaran, dan memberi arah pembelajaran di kelas ataupun lainnya. Dalam buku yang sama Joyce & Weil mengelompokkan model mengajar menjadi 4 rumpun, yaitu (1) Information -Processing Models (model pemrosesan informasi), (2) Pesonal Models (Model Pribadi), (3) Social Interaction Models (model Interaksi Sosial), (4) Behavioral Models (Model Pilaku).
Karakteristik setiap model pengajaran ditandai oleh unsur-unsur (1) orientation to the models (orientasi model), (2) the model of teaching (model mengajar), dengan unsur-unsur sebagai berikut; (a) syntax (urutan kegiatan); (b) sosial system (sistem sosial); (c) principal of reaction (prinsip reaksi); (d)support system (sitem penunjang), (3) application (penerapan), (4) instructional and nurturant effect (dampat instruksional dan penyerta). Unsur-unsur di atas merupakan hal yang harus ada dalam setiap model pembelajaran.

Psikologi Belajar Bahasa
Sedikitnya ada dua teori psikologi belajar yang meramaikan metode terbaik dalam pengajaran bahasa, yaitu teori behaviouristik dan teori kognigtif. Prinsip teori behavioristik sangat sederhana, yakni suatu pandangan mengenai prilaku belajar yang kuncinya adalah peniruan model. Menurut para behavioris, suatu kebiasaan terbentuk apabila suatu jawaban pada rangsangan secara konsisten diberikan hadiah. Jasi, urutannya yaitu stimulus, response, reinforcement, yang dalam psikologi behaviorisme disebut pembiasaan yang membuahkan hasil (operant conditioning). Teori behavioristik menjadi landasan psikologis lahirnya metode audio-lingual dalam pembelajaran bahasa. Belajar bahasa dilaksanakan dengan menguasai kaidah-kaidah secara mekanistik. Siswa dilatih berbahasa selaras dengan pola yang disepakati tanpa penyimpangan dengan teknik drill.
Teori kognitif menegaskan bahwa setiap anak memiliki peranana yang aktif dalam belajar. Dalam pelaksanan peranannya itu, anak terlibat dengan kegiatan-kegiatan yang bergerak kearah proses informasi. Komdisi seperti ini mengundang pemekaran proses intelektual anak. Teori kognitif menjadi relasi linguistik dan basis rasional pengajaran bahasa dimulai oleh Noam Chomsky pada tahun 1960-an. Dalam teori tata bahasa Chomsky, setiap kalimat mempunyai dua struktur, yakni struktur luar (surface structure) dan struktur dalam (deep structure). Menurut Chomsky linguistik struktural tidak mampu menunjukkan hubungan-hubungan yang berkaitan dengan makna karena lingkungan struktur hanya memperhatikan struktur luar saja. Chomsky pun menolak konsep operant conditioning dalam pembelajaran bahasa, dan respeknya terhadap teori kognitif memberikan andil pada lahirnya metode-metode pembelajaran bahasa yang berbasis teori kognitif. Metode-metode itu antara lain metode sugestopedia, metode belajar bahasa secara berkelompok (community languange learning), dan metode silent way (Subiyakto,1993:36)

Landasan Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang didasarkan paham konstruktivisme. Konsrtuktuvisme lahir dari gagasan Piaget dan Vygotsky, yang menekankan bahwa perubahan kognitif hanya terjadi jika konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memahami informasi-informasi baru (Nur dan Wikandari,1999:3).
Teori konstruktivisme menganjurkan peranan yang lebih aktif bagi siswa dalam pembelajaran. Karena penekanannya pada siswa, strategi konstruktivisme sering disebut pengajaran yang terpusat pada siswa atu student-centered instruction. Peran guru membantu siswa menemukan fakta, konsep, atau prinsip bagi diri mereka sendiri bukan memberikan ceramah atau mengendalikan seluruh kegiatan kelas.
Pendekatan konstruktivisme dalam pengajaran lebih menekankan pada pengajaran top-down daripada bottom-up. Top-down berarti bahwa siswa mulai dengan masalah-msalah yang kompleks untuk dipecahkan dan selanjutnya memecahkan atau menemukan keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan, sedangkan pendekatan bottom-up adalah membangun keterampilan dasar setahap demi setahap menjadi keterampilan yang lebih kompleks.

Pembelajaran Koorperatif
Killen (1998:82) menyatakan pembelajaran merupakan suatu teknik pengajaran dan satu filosofi pembelajaran yang mendorong siswa-siswanya untuk bekerja sama dan untuk memaksimalkan belajar mereka sendiri dan belajar dengan temannya. Belajar kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan dan tugas yang bersifat kooperatif, sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang efektig antara anggota kelompok. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok heterogen dan mendorong siswa-siswanya untuk bekerja sama dalam memaksimalkan belajar mereka sendiri dan belajar dengan temannya untuk mencapai tujuan bersama.
Jhonson & johnson (dalam Killen,1998:82) menguraikan komponen-komponen dasar dalam pembelajaran kooperatif, yaitu (1) positive inter-dependent, (2) face-to face promotive interaction, (3) individual accountability, (4) appropriate use of interpersonal skills, (5) group analysis.
Pembelajaran kooperatif memiliki beberapa keunggulan dibandingkan pembelajaran tradisional. Melalui pembelajaran koorperatif siswa dapat memperoleh pengetahuan, keterampiln, dan sikap secara bersama-sama tanpa membedakan status sosial, pengalaman, kecerdasan individual, serta jenis kelamin, sehingga pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dalam pembelajaran koorperatif memberikan kepuasan tersendiri bagi siswa baik secara individual maupun secara kelompok.

Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Team Achievement Division)
Pembelajaran koperatif terdiri atas beberapa tipe antara lain: (1) Student Team Achievement Division(STAD), (2) Teams-Games_Tournaments (TGT), (3) Team Assisted Individualitation (TAI), (4) Coorperative Reading and Composition (CIRC), (5) Jigsaws, (6) Learning Together, dan (7) Group Investigation (Slavin, 1995:4).
STAD (Student Team Achievement Division) merupakan salah satu tipe pembelajaran koorperatif yang paling sederhana, menekankan pada adanya aktivitas dan interaksi di antara siswa untuk mencapai prestasi yang maksimal. Pada proses pembelajarannya melalui lima tahap, yang meliputi (1) tahap penyajian materi, (2) tahap kegiatan kelompok, (3) tahap tes individual. (4) tahap perhitungan skor perkembangan individu, (5) tahap pemberian penghargaan kelompok (Slavin,1995:71).

Evaluasi Pembelajaran Koorperatif
Evaluasi pembelajaran koorperatif berpijak pada pemikiran dasar bahawa kerja sama merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup. Tanpa kerja sama tak akan ada individu, keluarga, organisasi, atau masyarakat. Model pembelajaraan koorperatif tipe STAD ini belum banyak diterapkan dalam dunia pendidikan, walaupun kita sering membanggakan nilai gotong royong dalam budaya bangsa Indonesia. Kebanyakkan guru enggan menerapkan sistem kerja kelompok karena beberapa alasan. Salah satunya adalah penilaian yang dianggap kurang adil. Sebenarnya ketidakadilan tersebut tidak perlu terjadi dalam kerja kelompok, jika guru benar-benar menerapkan prosedur sistem pengajaran/ penilaian cooperative learing. Dalam penilaian coorperative learning, siswa mendapat nilai pribadi dan nilai kelompok (Lie,2008:87). Siswa bekerja sama dengan metode bergotong royong. Mereka saling membantu dalam mempersiapkan untuk tes. Kemudian, masing-masing mengerjakan tes sendiri-dendiri dan menerima nialai pribadi.
Penerapan metode mengajar koorperatif tipe TAD dalam pembelajaran menulis, dapat memperlihatkan proses belajar yang berpusat pada siswa, memberikan pengalamanpraktik ketika PBM berlangsung, tidak semata berorientasi pada hasil tetapi juga proses, mengoptimalkan potensi interaksi dan kerja sama antar siswa, dan mampu meningkatkan keaktifan siswa selam PBM berlangsung. Model mengajar ini dapat mengurangi kecenderungan guru untuk mendominasi proses pembelajaran menulis di kelas. Dengan kata lain, mampu menempatkan siswa pada pembelajaran menulis melalui praktik menulis dan memupuk sikap kritis ketika saling sunting tuliasan berlangsung.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar