Senin, 26 Maret 2012

Tentang Bahasa 2


Berbanggalah dengan Bahasa Indonesia

Ternyata bukan hanya saya yang memperhatikan bahwa ketika berbicara dalam acara yang selenggarakan oleh KADIN dan disiarkan secara luas oleh berbagai stasiun televisi, presiden SBY banyak sekali menggunakan kata-kata, ungkapan, dan kalimat bahasa inggris. Dalam acara " apa kabar indonesia malam " ( TV-One) yang muncul sehari sesudahnya, ada yang menyinggung soal itu tetapi dijawab oleh ketua partai Demokrat dengan kata-kata, " tetapi karena beliau berbicara di forum KADIN niscaya para anggota KADIN yang hadir dapat mengerti apa yang dikatakannya."

Tapi masalahnya bukan dapat dimengerti atau tidak oleh hadirin. bangsa indonesia yang sejak sumpah pemuda yang berikrar mengakui dan menjunjung bahasa indonesia sebagai bahasa persatuan dan pada waktu mendirikan negara RI UUD-nya dengan jelas mencantumkan dalam salah sebuah pasalnya bahwa bahasa indonesia adalah bahasa negara, tidaklah pada tempatnya punya presiden yang berbicara dengan sebentar-sebentar diselingi atau dicampur dengan bahasa inggris, seakan-akan bahasa indonesia tidak cukup mampu atau tidak cukup terhormat untuk menyampaikan perasaan dan pikirannya.

Bung Karno dan Bung Hatta yang boleh dikatakan berbahasa ibu bahasa belanda dan menguasai bahasa inggris lebih baik dari pasa SBY, dan dilingkungan teman dekatnya lebih banyak berbahasa belanda, kalau berbicara di forum resmi tetap menjaga hanya berbicara dalam bahasa indonesia. hanya istilah-istilah yang belum ada padanannya dalam bahasa indonesia yang mereka ucapkan dalam bahasa belanda ( atau inggris ). mereka tidak pernah merasa perlu untuk antar sebentar menyelipkan kata, ungkapan atau kalimat bahasa belanda atau inggris. hal itu menunjukkan rasa bangga dan rasa hormat mereka terhadap bahasa nasional bahasa negaranya. sebagai presiden dan wakil presiden keduanya sadar bahwa kebiasaan mereka akan menjadi perhatian dan tidak mustahil diikuti oleh rakyat banyak.

Mereka menghormati dan menjunjung bahasa nasionalnya. dan mereka menjaga kehormatan itu kalau mereka berbicara di depan forum resmi. mereka tidak mempunyai rasa rendah diri berbicara dengan bahasa nasionalnya, bahkan mereka melakukannya dengan penuh perasaan bangga. mereka tidak merasa takut dianggap bodoh tidak pandai berbahasa asing, karena itu jika bercakap-cakap dalam forum resmi merasa tidak perlu menyelipkan kata-kata dan ungkapan bahasa asing.





Mereka membuktikan bahwa bahasa nasionalnya, bahasa indonesia, dapat memenuhi kebutuhan mereka dalam mengemukakan perasaan dan pikiran yang betapa rumitnya sekali pun. karena itu mereka tidak merasa perlu untuk bergenit-genit beringgris-ria atau berbelanda-ria. mereka tidak ingin dianggap intelektual hanya dengan menggunakan kata-kata atau ungkapan-ungkapan bahasa asing yang seperti sekarang menjadi kecendrungan kaum elit indonesia.

Kalau presiden saja suka beringgris-ria dalam forum resmi yang disiarkan ke seluruh tanah air, niscaya para bawahan dan orang banyak akan mengikutinya dengan sukaria. sekarang pun beringgris-ria sedang menjadi mode yang kian merebak dalam masyarakat. hal itu dengan mudah kita saksikan kalau mendengar mereka berbicara di depan forum resmi, atau dalam acara khusus yang diselenggarakan oleh salah satu stasiun televisi, atau kalau sedang diwawancarai. kebiasaan itu seakan-akan hendak menunjukkan bahwa mereka lebih fasih berbahasa inggris dari pada berbahasa indonesia walaupun lafalnya menyatakan sebaliknya. mereka beringgris-ria hanyalah bergaya, menunjukkan rasa rendah diri mereka dan bahwa mereka tidak berbangga dengan bahasa indonesia.

Padahal bahasa indonesia dalam perkembanganya selama lebih kurang tiga perempat abad menunjukkan pencapaian yang luar biasa. bahasa indonesia terbukti mampu untuk digunakan buat mengungkapkan perasaan yang sehalus-halusnya dan seindah-indahnya seperti nampak dalam karya-karya sastranya. bahasa indonesia juga terbukti mampu digunakan untuk menuliskan pikiran-pikiran yang betapun rumitnya seperti nampak dalam karya-karya ilmiah dan falsafah yang ditulis di dalamnya.

Pada ketika negara RI baru didirikan, yaitu pada awal tahun 1950-an, banyak bangsa lain yang menyatakan kekagumannya terhadap kita karena dua hal. pertama, karena berbeda dengan negara-negara yang baru merdeka lainnya, RI merebut kemerdekaan itu dengan perjuangan fisik dan diplomasi yang cukup seru, sehingga melibatkan PBB dan negara-negara maju. kedua, karena RI sejak awal sudah mempunyai satu bahasa nasional, yaitu bahasa indonesia. sementara itu negara-negara tetangga kita seperti filipina, india, bahkan Persekutuan Tanah Melayu( yang kemudian menjadi Malaysia dan Singapura ) tidak dapat menetapkan satu bahasa saja sebagai bahasa nasionalnya. mereka mempunyai beberapa bahasa ibu atau bahasa daerah yang bersama-sama dengan bahasa penjajah mereka (bahasa inggris) diresmikan sebagai bahasa nasionalnya. di india ada enam belas macam bahasa resmi, di PTM ada empat bahasa resmi ( melayu. inggris, cina dan tamil ), sedang di filipina bahasa tagalog didampingi oleh beberapa bahasa lain, termasuk inggris.





Tapi dalam kira-kira sepuluh tahun terakhir ini bahasa indonesia sebagai bahasa nasional tidak dihormati dan dibanggakan lagi oleh para pemiliknya sendiri, bangsa indonesia, terutama mereka yang tinggal di kota-kota dan termasuk atau merasa termasuk sebagai kaum elit yang diidentikkan dengan kaum intelektual. mereka kalau berbicara baik dalam forum resmi apalagi dalam forum bebas, suka sekali beringgris-ria dengan menyelipkan kata-kata dengan ungkapan bahasa inggris. bahkan kata-kata yang sedah menjadi khasanah bahasa indonesia yang dipinjam dari bahasa belanda pun diucapkan secara inggris. iklan-iklan, baik dalam media cetak maupun dalam media elektronik, demikian juga yang dipajang di tempat-tempat umum atau di sepanjang jalan, banyak yang menggunakan bahasa inggris yang niscaya menimbulkan tanda tanya, karena sebenarnya bukankah itu aneh, mengingat bahwa sasaran iklan itu adalah orang-orang indonesia yang kebanyakan tidak berbahasa inggris. seharusnya akal waras para pembuat iklan itu sadar bahwa mendekati dan merebut hati sasaran iklan itu paling tepat dengan menggunakan bahasa akrab bagi mereka.
Terhadap kenyataan demikian dalam masyarakat, yaitu kian dipojokkannya bahasa nasional, bahasa negara yaitu bahasa indonesia, seharusnya presiden merasa sedih dan bukan mendorongnya dengan dia sendiri beringgris-ria.

Sumber : Rosidi, Ajip. 2010. Bahasa Indonesia Bahasa Kita. Jakarta : Pustaka Jaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar